BI Beberkan Alasan Rupiah Bisa Melemah ke Rp 14.800/US$

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 August 2020 16:49
Live Streaming Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Agustus 2020 Cakupan Triwulanan.(Dok: Tangkapan layar Bank Indonesia)
Foto: Live Streaming Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Agustus 2020 Cakupan Triwulanan.(Dok: Tangkapan layar Bank Indonesia)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa waktu, nilai tukar rupiah sempat melemah hingga ke level pada kisaran Rp 14.830/US$. Menurut Bank Indonesia (BI), pelemahan rupiah tersebut lebih berasal karena adanya faktor teknikal atau faktor eksternal.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, ada dua faktor yang mempengaruhi rupiah mengalami apresiasi (menguat) dan depresiasi (melemah). Dua faktor tersebut yakni faktor fundamental dan faktor teknikal.

Faktor fundamental yang dimaksud Perry yakni berasal dari aktivitas ekonomi di dalam negeri, yakni dilihat dari inflasi, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD), serta adanya perbedaan suku bunga baik di dalam negeri dan luar negeri. Termasuk prospek ekonomi ke depan.

Sementara faktor teknikal dalam rupiah, kata Perry berasal dari aktivitas-aktivitas ekonomi atau politik di dalam negeri dan luar negeri. Biasanya berasal dari pemberitaan-pemberitaan di media massa. Artinya, faktor teknikal merupakan salah satu indikator premi risiko.

Live Streaming Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Agustus 2020 Cakupan Triwulanan.(Dok: Tangkapan layar Bank Indonesia)Foto: Live Streaming Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan BI Agustus 2020 Cakupan Triwulanan.(Dok: Tangkapan layar Bank Indonesia)



"Pergerakan nilai tukar rupiah [dalam beberapa waktu] didorong oleh faktor jangka pendek, news, bukan dari faktor fundamental," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Rabu (19/8/2020).

Pasalnya, jika diukur dari faktor fundamental, posisi rupiah justru masih di bawah fundamentalnya atau undervalue. Dari sisi inflasi saja, misalnya, terbilang masih rendah.

Bahkan BI memproyeksikan inflasi pada akhir tahun akan berada di batas bawah kisaran 2%. Selain itu juga, CAD sampai akhir tahun diperkirakan akan berada di bawah 1,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Artinya, masih ruang untuk rupiah untuk menguat.

"Inflasi rendah, CAD di bawah 1,5% terhadap PDB, nilai tukar rupiah akan menguat," jelas Perry.

BI juga baru saja mengumumkan hasil rapat dewan gubernur (RDG) Bank Indonesia, dengan mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di posisi 4%.

Dengan BI7DRR yang dipertahankan 4% tersebut, Perry optimistis akan memberikan daya tarik investasi ke Indonesia, khususnya dari aliran modal asing. Dengan masuknya aliran modal asing, serta lebih besarnya ekspor dari impor, supply dari devisa di pasar valas akan lebih besar.

"Nilai tukar rupiah akan menguat. Itu artinya, yang kami sampaikan bahwa pergerakan nilai tukar rupiah akhir-akhir ini lebih didorong jangka pendek, teknikal."

"Nilai tukar rupiah itu adalah secara fundamental masih undervalue. Dan kemudian, akan berpotensi menguat ke depan, sesuai dengan tingkat fundamentalnya," kata Perry.

Untuk diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kemarin, Selasa (18/8/2020), kembali masuk ke zona merah dan dihargai Rp 14.830/US$ di pasar spot. Dalam beberapa pekan terakhir, nilai tukar rupiah mendapat tekanan setelah sempat reli.


(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tok! BI Rate Diputuskan Tetap 5,75%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular