Saat IHSG Merah, Ada Crossing Saham Bank Harda Rp 34 M

Tri Putra, CNBC Indonesia
19 August 2020 17:13
Dok.Bank Harda
Foto: Dok.Bank Harda

Jakarta, CNBC Indonesia - Wow! Terjadi transaksi negosiasi cukup besar di saham perbankan PT Bank Harda Internasional Tbk (BBHI) pada perdagangan terakhir di pekan ini, Rabu (19/8/2020), di tengah rumor pencarian investor strategis baru agar Bank Harda bisa naik kelas menjadi bank BUKU II.

Data perdagangan mencatat, broker PT Sinarmas Sekuritas (DH) melakukan pembelian saham BBHI di harga Rp 120/saham dengan total pembelian 2.800.000 lot dengan nilai transaksi mencapai Rp 33,6 miliar.

Transaksi ini sendiri adalah transaksi crossing yang artinya saham ini dijual dan dibeli oleh broker yang sama.

Bahkan sebelumnya, broker PT Lotus Sekuritas (YJ) yang menjadi lead underwriter saat Bank Harda masuk bursa (IPO) pada 12 Agustus 2015, juga getol mentransaksikan saham BBHI di pasar negosiasi.

Tercatat, sebelumnya YJ melakukan pembelian BBHI sebanyak 1.053.000 lot saham BBHI di harga Rp 136/unit, Rp 156/unit, dan Rp 200/unit dengan nilai total transaksi mencapai Rp 15,1 miliar. Lagi-lagi transaksi ini sendiri adalah transaksi crossing.

Jumlah transaksi tersebut sendiri mencapai 35,03% total kepemilikan saham publik atau 9,2% total jumlah saham BBHI yang diterbitkan oleh perusahaan yakni 41 juta lot.

Saham BBHI dimiliki oleh PT Hakimputra Perkasa sebagai pemegang saham pengendali dengan kepemilikan saham sebesar 73,71% per Juni 2020, sedangkan sisanya 26,29% dikuasai oleh investor publik.

Pada perdagangan hari ini, harga saham BBHI turun tipis 0,63% ke level harga Rp 157/unit. Akan tetapi selama tahun berjalan harga saham BBHI masih terapresiasi 25,6%.

Sebelumnya manajemen BBHI mengungkapkan masih dalam penjajakan dengan beberapa investor strategis yang siap menyuntikkan modal kepada perusahaan pada tahun ini.

Suntikan modal ini dibutuhkan bagi perusahaan untuk naik kelas, sekaligus mengikuti kewajiban aturan modal inti minimum dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Aturan ini akan diterbitkan oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir Januari 2020 atau awal Februari 2020. Penerapan aturan ini akan bertahap dalam 3 tahun. Pada 2020 modal inti harus Rp 1 triliun; pada 2021 menjadi Rp 2 triliun dan pada 2022 menjadi Rp 3 triliun.

Direktur Bank Harda Harry Abbas, kepada CNBC Indonesia, mengatakan suntikan modal ini dibutuhkan setidaknya mencapai Rp 1 triliun, mengingat modal inti perusahaan saat ini berkisar sebesar Rp 300 miliar.

Sebagai informasi, pasar negosiasi di BEI adalah satu dari tiga jenis transaksi di bursa saham. Jenis transaksi lain yaitu transaksi di pasar reguler atau pasar biasa, dan pasar tunai. 

Transaksi di pasar reguler merupakan transaksi yang dilakukan menggunakan mekanisme tawar menawar berkelanjutan dan menjadi fasilitas bertransaksi dengan harga normal dan jumlah transaksi minimal 1 lot (100 saham).

Sebaliknya, transaksi besar yang dilakukan di pasar negosiasi biasanya melibatkan pemilik atau pemegang saham besar yang tidak ingin merusak harga di pasar reguler.
Harga dan jumlah transaksi bisa ditentukan oleh kedua belah pihak tanpa perlu mengikuti harga pasar.

Sementara itu, pasar tunai adalah pasar di mana perdagangan efek di bursa dilaksanakan berdasarkan proses tawar-menawar secara lelang yang berkesinambungan (continuous auction market) oleh perusahaan efek anggota bursa (AB) melalui sistem JATS dan penyelesaiannya dilakukan pada hari bursa yang sama alias hari itu juga (T+0).

Adapun Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup minus 0,42% di level 5.272 pada penutupan Rabu ini, dengan catatan jual bersih asing Rp 319,94 miliar di pasar reguler dan net sell di pasar negosiasi dan tunai Rp 5,68 miliar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular