Tunggu BI, Rupiah Masih Perkasa di Rp 14.775/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
19 August 2020 13:11
valas
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat sejak pembukaan perdagangan Rabu (19/8/2020) hingga tengah hari. Meski demikian penguatan rupiah terpangkas lebih dari setengahnya. Pelaku pasar menanti pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) hari ini.

Melansir data Refinitiv, rupiah melesat 0,88% ke Rp 14.700/US$ di pembukaan perdagangan. Tetapi setelahnya langsung terpangkas ke Rp 14.775/US$ atau menguat 0,37%. Hingga pukul 12:00 WIB, rupiah masih tertahan di level tersebut.

Kemarin Mata Uang Garuda melemah 0,75% ke Rp 14.830/US$ yang merupakan level terlemah sejak 18 Mei lalu. Tidak hanya itu, rupiah juga sudah melemah dalam 6 hari berutun. Oleh karena itu, wajar jika rupiah langsung menguat tajam di pembukaan perdagangan.

BI akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada hari ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan bertahan di 4%. Jika sinyal BI tidak akan lagi menurunkan suku bunga semakin kuat, maka rupiah yang berada dalam tren pelemahan sejak 9 Juni lalu berpotensi menguat kembali.

Pada Kamis pertengahan Juli, BI memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo di Youtube Resmi Bank Indonesia, Kamis (16/7/2020).

"Keputusan ini juga mendukung pemulihan ekonomi nasional dengan tetap menjaga terkendalinya inflasi dan stabilitas nilai tukar," kata Perry.
Total di tahun ini, BI sudah memangkas suku bunga sebanyak 4 kali dengan total 100 bps. Tidak hanya memangkas suku bunga, BI juga memberikan banyak stimulus moneter, tujuannya, guna memacu perekonomian yang nyungsep.

Penurunan suku bunga oleh BI menjadi salah satu penyebab melempemnya rupiah. Sejak BI memangkas suku bunga acuan pada pertengahan Juli lalu hingga hari ini rupiah sudah melemah 1,85%. Sehingga jika suku bunga kembali dipangkas, ada risiko rupiah semakin tertekan. Kala suku bunga diturunkan, daya tarik investasi juga tentunya semakin meredup.

Tetapi, Gubernur Perry dalam konferensi pers sesuai menurunkan suku bunga Juli lalu, memberikan pernyataan yang berbeda ketika ditanya mengenai peluang suku bunga kembali di pangkas.

Dalam RDG sebelumnya Perry mengatakan masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, tetapi pada bulan lalu ia menyebut tergantung dari data-data ekonomi.

"Bagaimana kebijakan suku bunga ke depan, akan kita lihat bagaimana pola pemulihan ekonomi dan dampaknya ke inflasi. Masa-masa pandemi Covid-19 kita harus sering cermati data terbaru untuk merespon suku bunga" kata Perry.

Selain itu, Perry menekankan dalam kondisi saat ini pemulihan ekonomi lebih efektif melalui jalur kuantitas, yaitu bagaimana dari aspek likuiditas dan pendaan, seperti quantitative easing yang sudah dilakukan BI.

Adanya sinyal kuat BI tidak akan memangkas suku bunga lagi, rupiah berpotensi mengakhiri rentetan pelemahan dan melaju lagi ke depannya.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular