
Kurs Dolar Australia Rp 10.700, Termahal Sejak November 2018

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Selasa (18/8/2020) hingga mencapai level termahal sejak November 2018.
Bank Sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) yang mengindikasikan belum akan melonggarkan kebijakan moneter lagi membuat mata uangnya perkasa.
Berdasarkan data Refinitiv, dolar Australia sempat menguat 0,89% ke Rp 10.714,03/AU$, sebelum diperdagangkan di kisaran Rp 10.691,52/AU$ atau menguat 0,67% pada pukul 13:05 WIB di pasar spot.
Rilis notula rapat kebijakan moneter RBA hari ini menunjukkan untuk saat ini masih belum perlu melonggarkan kembali kebijakan moneter, melihat pemulihan ekonomi yang nyungsep akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19) sudah berjalan sesuai dengan perkiraan.
Pada 4 Agustus lalu, RBA mempertahankan suku bunga sebesar 0,25% dan program pembelian obligasi pemerintah di pasar sekunder agar yield tenor 3 tahun berada di dekat 0,25%.
"Anggota dewan melihat kemerosotan ekonomi tidak separah yang diperkirakan sebelumnya, dan pemulihan sudah berjalan di sebagian besar Australia," kata RBA dalam notula yang dikutip Reuters, Selasa (18/8/2020).
Meski demikian, bank sentral pimpinan Philip Lowe ini melihat pemulihan ekonomi akan berjalan lebih lambat sebagai dampak serangan virus corona gelombang kedua, khususnya di Negara Bagian Victoia.
"Pemulihan ekonomi kemungkinan akan berjalan lebih lambat dari perkiraan sebelumnya, penyebaran Covid-10 di Victoria memberikan dampak yang besar ke perekonomian."
"Krisis kesehatan yang menimbulkan ketidakpastian serta laju pemulihan ekonomi masih terus membebani outlook konsumsi rumah tangga maupun dunia usaha," kata RBA.
Di bulan Maret lalu, RBA melakukan pemangkasan suku bunga darurat sebesar 25 basis poin (bps) hingga menjadi 0,25% seperti saat ini. Pemangkasan tersebut dilakukan guna meredam dampak pandemi Covid-19 ke perekonomian. Saat itu, RBA juga mengumumkan program pembelian obligasi atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE) untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.
Kebijakan tersebut masih dipertahankan hingga saat ini.
Gubernur Lowe sebelumnya menekankan selain stimulus moneter, perlu juga stimulus fiskal untuk membangkitkan perekonomian Australia. Ia juga menyatakan, saat ini stimulus moneter memiliki batasan dalam memulihkan kondisi ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
