
Resesi Jepang Makin Parah, Ekonomi Minus 27,8%

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi Jepang makin parah. Resesi adalah menurunya aktivitas ekonomi dalam dua kuartal atau lebih di suatu negara selama setahun.
Ekonomi menyusut 7,8% pada kuartal II 2020 dalam basis kuartalan (QtQ) atau berkontraksi 27,8% pada laju tahunan (YoY) sebagaimana dilaporkan Kantor Kabinet, Senin (17/8/2020).
Perlambatan sebagian disebabkan oleh melemahnya konsumsi dan ekspor swasta akibat diterapkannya langkah-langkah penguncian (lockdown) untuk menekan penyebaran pandemi virus corona (Covid-19).
Penurunan kuartal ini menandai penurunan tiga bulanan ketiga berturut-turut dan merupakan yang terdalam sejak tahun 1955, sejak Jepang melaporkan produk domestik bruto (PDB).
Angka ini juga jauh lebih buruk daripada kontraksi yang terjadi saat krisis 2009, di mana ekonominya hanya turun 4,8% pada Januari-Maret 2009.
Angka itu juga jauh lebih buruk dari proyeksi ekonom untuk penurunan 7,3% secara kuartalan dan 26,3% secara tahunan.
Sebelumnya pada April dan Mei, kegiatan ekonomi Jepang memang telah banyak terhenti akibat lockdown yang diterapkan negara itu.
Di mana banyak gerai ritel tutup dan ekspor, yang menjadi pendorong utama ekonomi, telah terhambat akibat ditutupnya pasar utama negara itu seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
"Kontraksi tajam itu tidak dapat dihindari mengingat keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya yang diciptakan oleh virus corona," kata Yuichi Kodama, kepala ekonom di Meiji Yasuda Research Institute, mengutip Nikkei Asian Review.
"Yang penting adalah mengembalikan ekonomi ke jalur pemulihan," tambahnya.
Kontraksi ekonomi yang tajam di kuartal April-Juni itu juga telah menghapus sebagian besar pertumbuhan yang dicapai di bawah program Abenomics, program ekonomi khas Perdana Menteri Shinzo Abe. Ekonomi Jepang telah tumbuh dalam delapan tahun terakhir di bawah kepemimpinan Abe.
Akibat kemunculan wabah asal Wuhan, China itu, kini prioritas utama pemerintah Abe adalah mengendalikan wabah virus corona sehingga aktivitas ekonomi dapat kembali berjalan normal, kata Kodama.
"Membantu membangun kembali industri yang paling terpukul oleh pandemi, seperti restoran dan pariwisata, adalah tugas yang mendesak, begitu juga dengan mempercepat digitalisasi ekonomi, sebuah area di mana pandemi telah menunjukkan bahwa Jepang gagal," kata Kodama.
"Rencana kesinambungan fiskal jangka panjang juga perlu dirumuskan setelah defisit pemerintah meningkat tajam," tambah Kodama.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jepang Resesi, Ekonomi Lebih Buruk dari Korsel & China