
Jokowi Patok Rupiah Rp 14.600/US$ di RAPBN 2021, Masuk Akal?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato nota keuangan Jumat (14/8/2020) menyebutkan bahwa RAPBN 2021 disusun dengan asumsi rupiah di level Rp 14.600 per dolar Amerika Serikat (AS). Terakhir, rupiah sudah di level 14.700. Terlalu optimistis?
"Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp 14.600 per US Dollar," demikian tutur Presiden dalam pidato kenegaraan tersebut.
Level ini terhitung melemah dibandingkan dengan posisi penutupan Jumat (14/8/2020), di mana rupiah berakhir di level Rp 14.720/US$, atau terhitung melemah 0,89% dari level awal pekan Rp 14.590/US$.
Sekilas, level rupiah yang dipatok di APBN 2021 itu memang terlihat lebih kuat dibandingkan dengan penutupan kemarin, atau pemerintah seperti terlihat optimistis rupiah bakal menguat meski perekonomian dunia masih dibayangi risiko gelombang kedua Covid-19.
Belum lagi jika bicara Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi Fase I di DKI Jakarta yang diperpanjang sehingga membuat prospek pemulihan ekonomi nasional menjadi lebih lambat. Jabodetabek menyumbang nyaris 40% dari perekonomian nasional.
Namun, jika kita bandingkan dengan rerata pergerakan tahun ini, maka sejatinya pemerintah cenderung konservatif karena level Rp 14.600 terhitung lebih lemah dari rerata pergerakan rupiah sepanjang tahun berjalan (year to date/YTD) yang berada di level Rp 14.540 per dolar AS.
Rupiah memang akhir-akhir ini melemah karena kombinasi beberapa faktor mulai dari pengumuman perpanjangan PSBB Transisi Fase I DKI Jakarta, sehingga risiko resesi meningkat seperti yang diramal oleh Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington (AS) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia terkontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis Bank Dunia dalam laporan berjudul The Long Road to Recovery.