
Sedih! Minggu Ini Rupiah Dipukul Dolar Sampai Amsyong

Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini menjadi pekan yang sangat suram bagi mata uang Garuda. Rupiah harus membukukan pelemahan dalam 5 hari perdagangan beruntun selama minggu ini sehingga rapor mata uang lokal pada minggu ini bisa dikatakan 'merah' semua.
Terpantau sejak awal pekan mata uang Garuda sudah melemah 0,89% di level Rp 14.720/US$ dari level awal pekan Rp 14.590/US$. Bahkan pada hari terakhir perdagangan pekan ini rupiah sempat mendekati level Rp 14.800/US$.
Dolar AS sebenarnya tidak dalam kondisi bagus. Indeks dolar AS juga kembali turun sejak 11 Agustus. Tercatat semenjak hari Selasa lalu indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini melemah 0,38%.
Pembahasan stimulus fiskal yang kembali macet di Kongres (Parlemen) AS, menjadi penyebab kembali melemahnya indeks dolar AS.Tanpa stimulus tambahan, tentunya pemulihan ekonomi AS tentunya akan berjalan lebih lambat.
"Dolar AS membutuhkan kabar positif dari pembahasan stimulus. Pasti akan ada kesepakatan, karena para politikus tidak mungkin kembali ke konstituen mereka dengan tangan hampa. Ketika itu terjadi, maka dolar AS akan punya momentum untuk menguat terhadap mata uang lain," jelas Masafumi Yamamoto, Chief Currency Strategist di Mizuho Securities yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.
Sayangnya, rupiah gagal memanfaatkan pelemahan indeks dolar tersebut. Isu resesi masih terus membayangi pergerakan rupiah.
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi DKI Jakarta yang kembali diperpanjang selama 2 pekan memperbesar risiko resesi di Indonesia, membuat rupiah terus tertekan.
Dengan diperpanjangnya PSBB, artinya selama 2 bulan di kuartal III-2020 roda bisnis masih berputar pelan. Laju pemulihan ekonomi saat PSBB menjadi lambat setelah mengalami kontraksi 5,32% year-on-year (YoY) di kuartal II-2020, sehingga risiko resesi meningkat seperti yang diramal oleh Bank Dunia dalam laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020, dengan judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia.
Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan sektor-sektor penopang perekonomian yang pada kuartal II ini ikut terkontraksi dalam akan sulit pulih dengan mudah. Oleh karenanya, jika upaya pemerintah tidak maksimal maka Indonesia bisa masuk ke jurang resesi.
"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," ujarnya melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Jika di kuartal III nanti pertumbuhan ekonomi negatif lagi, maka Indonesia sah mengalami resesi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ngeri, Ringgit Jatuh ke Level Terendah Sejak Krisis 1997