
Duh! Harga Batu Bara Ambles Lagi, Terlemah Sejak Mei

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal acuan Newcastle anjlok signifikan pada perdagangan kemarin. Harga komoditas unggulan RI dan Australia itu kini berada di level terendah sejak bulan Mei.
Selasa (11/8/2020) harga batu bara Newcastle untuk kontrak yang aktif ditransaksikan anjlok 2,94% ke US$ 51,2/ton. Dalam dua hari perdagangan terakhir, harga batu bara telah anjlok 3,76%.
Kenaikan stok batu bara China disertai dengan melemahnya harga batu bara domestik berpotensi besar membuat Negeri Panda mengurungkan niatnya untuk melonggarkan kebijakan impor batu baranya.
Harga batu bara domestik China juga melemah minggu lalu. Harga patokan Qinhuangdao FOB turun 1,7% untuk minggu ini menjadi RMB 562/ton pada hari Jumat.
Persediaan batu bara di Qinhuangdao, pelabuhan trans-pengiriman utama di China Utara, mencapai 5,78 juta ton pada 7 Agustus, meningkat 14% dari 5,09 juta ton pada minggu sebelumnya.
Dampak pembatasan impor batu bara China terlihat dari data perdagangan bulan Juli yang menunjukkan impor batu bara China merosot 21% pada Juli dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.
Konsumen batu bara terbesar dunia mengimpor 26,1 juta ton batu bara pada Juli, menurut data yang dikeluarkan oleh Administrasi Umum Kepabeanan pada 7 Agustus.
Penurunan harga batu bara juga tercermin dari makin melemahnya harga batu bara acuan (HBA) Tanah Air. Hingga bulan Agustus ini, harga batu bara acuan (HBA) RI dipatok di US$ 50,34 per ton, turun 3,49 % dibandingkan bulan Juli dari angka US$ 52,16 per ton.
Lemahnya permintaan dan stok batu bara yang tinggi ini membuat harga batu bara tertekan. Mulai melambatnya permintaan batu bara dari India dan China membuat pemerintah Indonesia mencoba menjajaki pasar lainnya yang masih berada di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia, sebagai salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia, meningkatkan upaya untuk mendiversifikasi penjualan batu baranya. Indonesia mencoba menggunakan saluran diplomatik untuk mempromosikan penjualan di seluruh kawasan, dari Vietnam ke Pakistan dan Bangladesh.
Hal tersebut disampaikan oleh seorang bicara pemerintah yang tidak disebutkan namanya. Ini merupakan upaya negara untuk mengimbangi penurunan ekspor tahunan dan tren pergeseran menuju energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan secara global.
Sentimen negatif lainnya juga datang dari AS. Energy Information Agency (EIA) memperkirakan konsumsi listrik Negeri Paman Sam bakal turun 3% tahun ini dibanding tahun lalu.
Selain itu pangsa pasar batu bara juga diperkirakan turun. EIA mengatakan pangsa pembangkit listrik menggunakan gas alam akan meningkat dari 37% pada 2019 menjadi 40% pada 2020 sebelum turun menjadi 35% pada 2021 karena kenaikan harga gas.
Pangsa batu bara akan turun dari 24% pada 2019 menjadi 18% pada 2020 sebelum naik menjadi 22% pada 2021. Sementara itu pangsa nuklir akan naik dari 20% pada 2019 menjadi 21% pada 2020 dan 2021, dan penggunaan energi terbarukan akan meningkat dari 17% pada 2019 menjadi 20% pada 2020 dan 22% pada 2021.
Baik nuklir maupun energi terbarukan akan menggantikan batu bara untuk pertama kalinya pada tahun 2020 ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat