Otomotif, Semen & Transportasi Dihajar Covid, Begini Sahamnya

Tri Putra, CNBC Indonesia
06 August 2020 13:38
Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 12 Maret 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,01% ke 4.895,75. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dihentikan sementara (trading halt) setelah  Harga tersebut ke 4.895,75 terjadi pada pukul 15.33 WIB.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) kemarin (5/8/20) mengumumkan angka output perekonomian atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia periode kuartal II-2020. Seperti yang sudah diduga, terjadi kontraksi alias pertumbuhan negatif. 

Kepala BPS, Suhariyanto, menyebutkan PDB Indonesia periode April-Juni 2020 terkontraksi -5,32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/YoY).

"Terjadi kontraksi dalam, PDB Q1 kita sudah turun dalam meski year on year masih positif. Dan PDB kuartal II kontraksi negatif 5,32% (year on year)," kata Suhariyanto.

Sementara dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter-to-quarter/QtQ), PDB kuartal II-2020 ini mengalami kontraksi -4,19%.

Dua kontraksi beruntun secara kuartal ke kuartal membuat Indonesia bisa dibilang sudah masuk ke fase resesi teknikal (technical recession). Pasalnya pada Kuartal I-2020 secara kuartal ke kuartal PDB Indonesia minus 2,41%. 

Pada semester I-2019, ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh positif 5,06%.

Sebagai informasi, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekonomi Tanah Air terkontraksi -4,53% YoY dan -2,89% QtQ. Untuk keseluruhan 2020, konsensus yang terbentuk adalah kontraksi -0,155%.

Berberapa sektor bahkan terdampak cukup parah daripada sektor lainya, contohnya di sektor otomotif dimana secara Year on Year (YoY) produksi mobil turun 85%, sedangkan penjualanya juga turun tak kalah banyak secara YoY yaitu 89%. Penjualan motor juga tidak kalah anjlok dengan penurunan sebesar 79% secara YoY.

Selanjutnya industri semen juga terdampak parah oleh pandemi corona, karena konsumen utama produk semen yakni perusahaan konstruksi terhambat operasinya akibat viru Covid-19. Produksi semen turun 9% secara YoY, sedangkan pengadaan semen dalam negri juga anjlok 7,7%

Industi yang terdampak paling parah tidak lain dan tidak bukan tentunya industri pariwisata dan sektor-sektor pendukungnya, tercatat jumlah kunjungan turis mancanegara ke Indonesia turun 87,8% secara YoY.

Bagaimana kinerja emiten yang bergerak di ketiga industri ini beserta sektor pendukungnya? Simak tabel berikut.

Dari sektor industri semen, hampir seluruh emiten semen yang melantai di BEI masih terkoreksi cukup dalam dengan koreksi paling dalam dibukukan oleh PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP) yang terkoreksi 40,26% selama tahun berjalan.

Seperti diketahui selain buruknya kinerja industri semen pada kuartal kedua 2020, WSBP juga sedang diterpa isu buruk lain yakni direktur utamanya Jarot Subana yang baru saja ditetapkan tersangka kasus korupsi proyek fiktif Waskita oleh KPK.

Kenaikan yang besar hanya dibukukan oleh PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) yang naik sebesar 21,59% selama tahun berjalan. Banyak pelaku pasar sendiri berpendapat bahwa kenaikan SMBR sudah tidak wajar dan saham SMBR hanya naik karena terdapat indikasi market maker yang menggoreng naik harga.

Selanjutnya dari sektor otomotif 'raja' otomotif PT Astra Internasional Tbk (ASII) masih terkoreksi sebesar 25,27% selama tahun berjalan, sedangkan anak usahanya yang bergerak di sektor pendukung sparepart otomotif yaitu PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) terkoreksi lebih parah yaitu 29,84%.

Koreksi terparah sendiri dibukukan oleh PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) yang terkoreksi sebesar 36,52% selama tahun berjalan. Diketahui pendapatan usaha IMAS pada kuartal kedua 2020 turun 34% dibanding dengan periode sebelumnya.

Selanjutnya di sektor industri pariwisata yang diprediksi akan menjadi sektor yang pulih paling lama akibat pandemi virus yang suka akan kerumunan ini, saham maskapai penerbangan nasional PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) terkoreksi parah sebesar 52,21%. Diketahui operasi maskapai penerbangan sempat dilarang untuk masyarakat umum Maret lalu ketika diberlakukanya PSBB di Jakarta.

Bahkan setelah larangan tersebut di cabut, penerbangan antar daerah juga masih dipersulit karena penumpang harus memiliki bukti test bebas virus nCov-19 sehingga jumlah penumpang turun drastis pada periode ini.

Emiten pemilik resort pariwisata Taman Impian Jaya Ancol, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) juga harus terkoreksi 47,72% setelah Maret lalu praktis pendapatan usahanya terpaksa terhenday karena diberlakukanya PSBB.

Mayoritas emiten-emiten yang bergerak di ketiga sektor ini sendiri bisa dikatakan berkinerja kurang apik sebab di periode yang sama IHSG 'hanya' terkoreksi 17,92% sehingga bisa dikatakan emiten-emiten di sektor ini underperform.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular