
Nanjak Terus, Kurs Dolar Singapura Akhirnya di Atas Rp 10.600

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura kembali menguat melawan rupiah pada perdagangan Selasa (4/8/2020) hingga kembali ke atas Rp 10.600/SG$. Kehati-hatian pelaku pasar jelang rilis data produk domestik bruto (PDB) Indonesia membuat rupiah tertekan.
Pada pukul 10:45 WIB, dolar Singapura diperdagangkan di kisaran Rp 10.609,69/SG$ menguat 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Data PDB Indonesia akan dirilis Rabu besok. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menunjukkan median PDB di kuartal II-2020 sebesar -4,53%. Itu akan menjadi pertumbuhan ekonomi terburuk sejak 1999.
Risiko pertumbuhan ekonomi minus tersebut membuat rupiah tak berdaya sejak awal pekan kemarin. Memasuki kuartal III-2020, data-data ekonomi Indonesia menunjukkan hasil yang beragam.
Kemarin aktivitas manufaktur Indonesia dicerminkan dalam Purchasing Managers' Index (PMI) dilaporkan di 46,9 pada Juli. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 39,1. Angka Juli merupakan yang tertinggi sejak Februari.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi, sementara di atasnya berarti ekspansi.
Meski PMI manufaktur di Indonesia masih berkontraksi, tetapi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indonesia pada Juli 2020 masih rendah. Bahkan inflasi tahun kalender sepanjang 2020 belum menyentuh 1%.
Pada Senin (3/8/2020), BPS mengumumkan inflasi pada Juli adalah -0,1% month-to-month (MtM) alias deflasi. Ini membuat inflasi tahun kalender (year-to-date/YtD) menjadi 0,98% dan inflasi tahunan (year-on-year/YoY) 1,54%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulanan berada di 0,065%. Sementara inflasi tahunan diperkirakan 1,72% dan inflasi inti tahunan di 2,115%.
Sementara itu inflasi inti pada Juli adalah 2,07% YoY. Ini menjadi yang terendah setidaknya sejak 2009.
"Inflasi inti menunjukkan penurunan dari waktu ke waktu. Inflasi inti masih lemah, ini menunjukkan bahwa kita harus berupaya meningkatkan daya beli masyarakat," tegas Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), dalam jumpa pers kemarin.
Rendahnya daya beli masyarakat tersebut tentunya akan menekan konsumsi rumah tangga yang merupakan kontributor terbesar PDB, sehingga risiko PDB minus di kuartal III-2020 masih membayangi, artinya ada ancaman resesi di Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
