Catat Kinerja Terburuk dalam 10 Tahun, Dolar AS Apa Kabar?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 August 2020 20:12
Mata Uang Dolar, Peso, Euro (AP)
Foto: Mata Uang Dolar, Peso, Euro (AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Amerika Serikat (AS) ambrol pada bulan Juli lalu, indeksnya turun ke level terendah dalam 2 tahun terakhir. Indeks dolar AS ini dibentuk dari 6 mata uang, dan kerap dijadikan dolar ukur kekuatan mata uang Paman Sam.

Berdasarkan data Refinitiv, sepanjang bulan Juli indeks dolar AS merosot 4,15%, menjadi persentase penurunan terburuk dalam 10 tahun terakhir tepatnya sejak September 2010 ketika ambles 5,39%. Sementara pada hari ini, Senin (3/8/2020), indeks dolar AS menguat 0,5% ke 93,818 pada pukul 19:30 WIB, melansir data Refinitiv.

Tanpa ada perubahan fundamental berarti, penguatan itu terjadi akibat faktor teknikal. Sehingga ada kemungkinan dolar AS masih akan merosot lagi. Penyebab utama buruknya kinerja tersebut adalah Amerika Serikat yang diprediksi tertinggal dari Eropa dalam hal pemulihan ekonomi yang mengalami resesi akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19).

Euro menjadi mata uang yang paling memukul dolar AS. Dalam indeks dolar AS, mata uang 19 negara ini berkontribusi sebesar 57,6%. Maka ketika indeks dolar nyungsep ke level terendah 2 tahun, euro pun mencapai level tertinggi 2 tahun.

Harapan akan kebangkitan ekonomi menjadi kunci penguatan euro. Resesi yang terjadi saat ini sudah diantisipasi oleh pelaku pasar sejak kebijakan lockdown diterapkan. Ekonomi Eropa diperkirakan akan lebih cepat pulih ketimbang Amerika Serikat sehingga euro terus melaju kencang.

Harapan akan kebangkitan ekonomi Eropa semakin membuncah setelah pemerintah Eropa pada pekan lalu yang menyepakati stimulus fiskal senilai 750 miliar guna membangkitkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat pandemi penyakit virus corona. Kebijakan tersebut menimbulkan harapan akan kebangkitan ekonomi Benua Biru.

Dengan demikian, dana yang digelontorkan guna memulihkan perekonomian yang merosot ke jurang resesi akibat Covid-19 semakin besar.

Pada bulan lalu, bank sentral Eropa (European Central Bank. ECB) yang dipimpin Christine Lagarde ini menambah nilai stimulus yang disebut Pandemic Emergency Purchase Program (PEPP) senilai 600 miliar euro, sehingga totalnya menjadi 1,35 miliar euro. Stimulus dengan pembelian surat berharga tersebut akan digelontorkan hingga Juni 2021.

Lagarde mengatakan, hingga akhir Juni lalu jumlah obligasi pemerintah yang dibeli melalui PEPP senilai 360 miliar euro. Selain itu, suku bunga acuan juga dipertahankan sebesar 0%, deposit facility sebesar -0,5%, dan lending facility sebesar 0,25%. ECB mengatakan, suku bunga rendah tersebut masih akan dipertahankan hingga inflasi mendekati 2%.

Kebangkitan ekonomi Eropa kian nyata melihat data aktivitas bisnis (manufaktur dan jasa) bulan Juli yang kembali berekspansi. Jumat pekan lalu, Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur dan jasa di zona euro, semuanya di atas 50.

PMI dari Markit menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, di bawah berarti kontraksi.

Dengan rilis semua di atas 50, artinya roda bisnis manufaktur dan jasa di zona euro sudah kembali berputar, sehingga perekonomian bisa segera bangkit kembali. Euro pun semakin tak terbendung di Juli, menguat lebih dari 6% hingga level tertinggi intraday hari ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Jadi Korban Keganasan Dolar AS, Euro Anjlok 2% Lebih

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular