Rupiah Loyo, Kurs Dolar Singapura Dekati Rp 10.600/SG$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 August 2020 13:28
FILE PHOTO: A Singapore dollar note is seen in this illustration photo May 31, 2017.     REUTERS/Thomas White/Illustration/File Photo
Foto: Dollar Singapur (REUTERS/Thomas White)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura menguat melawan rupiah pada perdagangan Senin (3/8/2020) mendekati level Rp 10.600/SG$. Rupiah yang sedang loyo pada perdagangan hari ini membuat dolar Singapura mampu leluasa menguat.

Pada pukul 12:40 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.594,05, dolar Singapura menguat 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Virus corona kembali membuat rupiah tak berdaya. Tren penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia masih terus menanjak. Di ibu kota negara, DKI Jakarta, juga masih tinggi, bahkan muncul cluster baru, yakni wilayah perkantoran.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan akhirnya kembali memperpanjang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi pada Kamis pekan lalu. PSBB transisi diperpanjang selama 2 pekan hingga 13 Agustus mendatang.

PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama. Dengan perpanjangan tersebut artinya separuh kuartal III-2020 masih terjadi PSBB transisi, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia.

Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.

Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.

Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia.

Data yang menunjukkan tanda-tanda kebangkitan ekonomi dalam negeri bahkan belum sanggup mendongkrak rupiah hari ini.

Aktivitas manufaktur Indonesia dicerminkan dalam Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 46,9 pada Juli. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 39,1. Angka Juli merupakan yang tertinggi sejak Februari.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawah 50 menunjukkan kontraksi, sementara di atasnya berarti ekspansi.

Meski PMI manufaktur di Indonesia masih berkontraksi, tetapi sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan.

Tetapi sekali lagi, tren penambahan kasus Covid-19 dikatakan membuat pemulihan sektor manufaktur tidak akan berjalan mulus.

"Data PMI terbaru menunjukkan bahwa perlambatan sektor manufaktur terus berkurang. Ada harapan dampak terburuk dari pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) adalah pada kuartal II-2020 yang sudah berlalu.

"Output produksi, pemesanan, hingga penyerapan tenaga kerja mulai meningkat seiring relaksasi kebijakan penanggulangan virus corona. Dunia usaha juga optimistis terhadap prospek produksi ke depan.

"Akan tetapi, pemulihan tidak akan berjalan mulus. Meningkatkan kebutuhan untuk pembatasan sosial (social distancing) di tempat kerja karena lonjakan kasus corona akhir-akhir ini bisa membuat proses pemulihan menjadi tertunda," papar Bernard Aw, Principal Economist di IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis, Senin (3/8/2020).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular