
Awal Pekan Harga Minyak Sudah Digoyang, Pasar Mulai Cemas

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah terkoreksi pada perdagangan pagi waktu Asia awal pekan ini, Senin (3/7/2020). Kendati harga emas hitam cenderung stabil sejak Juni, tetapi hawa kecemasan masih dirasakan di pasar.
Pada 09.40 WIB, harga minyak mentah untuk kontrak yang aktif diperjualbelikan jenis Brent turun 0,14% ke US$ 43,24/barel. Pada saat yang sama, harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) melemah lebih dalam dengan koreksi sebesar 0,87% ke US$ 39,92/barel.
Harga minyak mentah reli mulai bulan Mei seiring dengan pelonggaran lockdown yang banyak dilakukan oleh negara-negara di dunia. Relaksasi pembatasan membuat prospek permintaan bahan bakar membaik.
Masuk bulan Juni harga minyak terutama untuk patokan internasional Brent cenderung kokoh di atas US$ 40/barel. Ini semua juga didukung dengan kebijakan organisasi negara-negara eksportir minyak dan koleganya (OPEC+) yang memutuskan untuk memangkas output sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) dari Mei-Juli.
Setelah Juli berakhir dan masuk bulan Agustus, pemangkasan produksi sudah tidak sebanyak kuartal kedua. Ditambah dengan kembali meningkatnya kasus infeksi Covid-19, harga emas hitam rawan sekali terkoreksi.
"Investor cemas kelebihan pasokan terjadi seiring dengan OPEC+ yang mulai menurunkan volume pemangkasan produksinya bulan ini dan harga minyak yang sudah mulai pulih dari rekor terendahnya sehingga membuat para produsen AS juga mulai meningkatkan outputnya" kata Hiroyuki Kikukawa, General Manager di Nissan Securities.
"Juga kenaikan kasus infeksi virus corona turut membebani pasar minyak," tambahnya. Hiroyuki memperkirakan harga minyak bakal tetap rendah di kisaran US$ 40 pekan ini.
Output minyak OPEC naik 1 juta bpd pada bulan Juli. Arab Saudi dan beberapa negara anggota lain seperti Kuwait dan Uni Emirat Arab yang mulai berhenti memangkas produksi secara sukarela. OPEC+ diperkirakan berpotensi menambah pasokan sebesar 1,5 juta bpd bulan Agustus ini.
Sementara itu, kasus infeksi virus corona yang terus merebak membuat 18 juta orang di dunia telah terinfeksi dan telah merenggut lebih dari 687 ribu orang secara global. Kenaikan kasus juga telah membuat beberapa negara seperti Filipina untuk menerapkan kembali lockdown di wilayah Manila Raya.
Di Australia ada Melbourne dan Voctoria yang juga menerapkan kembali pembatasan mobilitas. Jika skala lockdown kembali terjadi secara masif, maka permintaan terhadap bahan bakar akan turun di saat output justru meningkat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi