
"Hantu" Resesi Gentayangan Lagi, Rupiah Jadi Terburuk di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis (30/7/2020) setelah membukukan penguatan dalam 7 hari beruntun.
"Hantu" resesi yang kembali gentayangan di Asia hingga Eropa membuat pelaku pasar berhati-hati melakukan investasi di negara emerging market. Dampaknya tidak hanya rupiah, mayoritas mata uang utama Asia berguguran.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,14% di Rp 14.450/US$, tetapi tidak langsung masuk ke zona merah. Depresiasi rupiah terus membengkak hingga 0,55%. Di penutupan perdagangan, posisi rupiah sedikit membaik di level Rp 14.530/US$, melemah 0,41% di pasar spot.
Meski posisi rupiah membaik, tetapi tetap membuatnya menjadi mata uang terburuk di Asia hari ini. Hingga pukul 15:05 WIB, hanya yuan China, rupee India, dan baht Thailand yang mampu menguat melawan dolar AS, sisanya di zona merah.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
"Hantu" resesi kembali bergentayangan, setelah Jepang, Singapura dan Korea Selatan kini giliran Hong Kong. Masuk wilayah administratif China, PDB Hong Kong di kuartal II-2020 -9% year-on-year (YoY), sementara di kuartal sebelumnya -9,1% YoY.
Dari Asia beralih ke Eropa, Jerman juga mengalami nasib yang sama. PDB di kuartal II-2020 dilaporkan -11,7% YoY, sementara di kuartal sebelumnya -2,3 YoY. Motor penggerak ekonomi Eropa ini pun sah mengalami resesi.
Dari Benua Biru, "hantu" resesi akan mengentayangi Amerika Serikat yang malam ini akan melaporkan data PDB yang akan menjadi "pengesahan" resesi.
Di kuartal I-2020, perekonomiannya mengalami kontraksi 5%, sementara di kuartal II-2020, hasil polling Forex Factory menunjukkan PDB diprediksi berkontraksi 34,5%, benar-benar nyungsep.
Dengan demikian, hanya keajaiban yang luar biasa yang bisa membuat AS lepas dari resesi di kuartal II-2020 ini. Data PDB AS akan dirilis mala ini pukul 19:30 WIB.
Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk pada hari ini. Wajar jika rupiah melemah paling tajam saat ini, sebabnya sudah membukukan penguatan 7 hari beruntun sehingga memicu aksi ambil untung (profit taking). Pada periode tersebut, rupiah menguat 1,63%.
Dolar AS memang sedang bangkit pada hari ini setelah merosot dalam waktu yang cukup lama. Bangkitnya dolar AS terlihat dari indeks-nya yang menguat 0,12% hari ini di 93,568. Kemarin indeks dolar AS kembali nyungsep hingga menyentuh level terendah sejak Juni 2018.
Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang mengindikasikan akan mempertahankan kebijakan ultra longgar dalam waktu yang cukup lama membuat dolar AS kembali merosot di perdagangan Rabu.
Sesuai prediksi banyak analis, Ketua The Fed, Jerome Powell mempertahankan suku bunga acuan 0 - 0,25%, dan kebijakan pembelian aset (quantitative easing/QE) selama diperlukan guna membangkitkan perekonomian AS.
Artinya, kebijakan tersebut akan ditahan cukup lama, mengingat perekonomian AS masih jauh dari kata bangkit. The Fed melihat perekonomian sudah mulai pulih, tetapi masih sangat jauh dari level sebelum virus corona menyerang dunia.
Lama tertekan, tentunya membuat dolar AS "ngamuk" dan menguat, tetapi lebih karena koreksi teknikal. Ke depannya dolar AS diprediksi masih akan tertekan akibat para analis memprediksi Negeri Paman Sam akan tertinggal dalam hal pemulihan ekonomi dibandingkan negara-negara lainnya.
AS saat ini masih bergelut dengan kenaikan jumlah kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19). Pada 28 Juli lalu, AS melaporkan penambahan kasus baru lebih dari 58 ribu orang, total kasus di Negeri Paman Sam saat ini lebih dari 4,5 juta orang.
Powell saat mengumumkan kebijakan moneter dini hari tadi juga menyatakan terus meningkatnya kasus Covid-19 di AS membuat pemulihan ekonomi berjalan lambat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
