
Tak Bosan dan Tak Jemu, Rupiah Tetap Nomor Satu!

Dolar AS memang sedang merana. 'Dikeroyok' di Asia, mata uang Negeri Paman Sam pun tidak berdaya di level global.
Pada pukul 09:29 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi grenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,08%. Dalam sepekan terakhir, indeks ini sudah anjlok 1,8% dan selama sebulan ke belakang penurunannya mencapai hampir 4%.
Pekan ini, Komite Pengambil Kebijakan Bank Sentral AS (Federal Open Market Committee/FOMC) akan menggelar rapat bulanan untuk menentukan suku bunga acuan. Mengutip CME FedWatch, probabilitas Federal Funds Rate bertahan di 0-0,25% adalah 100%. Tidak ada ruang sama sekali untuk perubahan.
Ditambah lagi The Federal Reserve juga getol menggelontorkan uang ke pasar dengan membeli obligasi, baik yang diterbitkan pemerintah maupun korporasi. Tingginya permintaan membuat harga obligasi di Negeri Adidaya naik dan imbal hasilnya tertekan.
Pada pukul 09:33 WIB, imhal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun berada di 0,6266%. Laju inflasi tahunan pada Juni 2020 adalah 0,6%. Jadi suku bunga riil yang diterima investor (setelah dikurangi inflasi) adalah sekitar 0,03%. Tipis sekali.
Bandingkan dengan Indonesia, di mana yield Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun ada di 6,887%. Dengan laju inflasi tahunan pada Juni 2020 yang sebesar 1,96%, maka suku bunga riil yang didapat investor adalah 4,927%. Nah, ini baru cuan...
Perkembangan tersebut membuat rupiah banyak dicari karena akan dipakai oleh pelaku pasar untuk memborong aset di pasar keuangan Indonesia, utamanya obligasi. Hasilnya, rupiah pun mampu perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
