
Terpangkas 3 Hari Beruntun, Harga Batu Bara Naik Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Usai melemah dalam tiga hari perdagangan secara beruntun, harga batu bara termal acuan Newcastle mengalami kenaikan pada perdagangan kemarin.
Selasa (21/7/2020) harga batu bara menguat tipis 0,19% ke US$ 54/ton. Pada periode 16 - 20 Juli 2020, harga batu bara telah terkoreksi 2,88%.
Kondisi pasar masih belum kondusif dengan masih merebaknya pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Sampai saat ini pasar masih menunggu kejelasan seputar keputusan China untuk melonggarkan kebijakan impornya lantaran harga batu bara domestik sudah terlampau mahal dan menggerus margin perusahaan utilitas secara signifikan.
Di sisi lain tekanan terus berdatangan dari berbagai arah seperti kasus infeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang terus bertambah secara global terutama di Amerika Serikat (AS) dan India.
India merupakan negara dengan konsumsi batu bara terbesar di dunia setelah China. Akibat pandemi ini ekonomi India diramal mengalami kontraksi yang dalam.
Mengutip Argus Media, analis memperkirakan ekonomi India bakal terkontraksi hingga -7,5%. Proyeksi lain yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi ekonomi India bakal minus 4,5% tahun ini.
Kontraksi pada perekonomian India ini jelas menjadi ancaman bagi permintaan impor untuk minyak mentah, gas alam cair/LNG, batu bara dan berbagai komoditas yang lainnya.
Beralih ke Eropa, konsumsi batu bara masih cenderung rendah secara musiman untuk sisa tahun ini, kecuali terjadi pemulihan permintaan energi atau harga gas yang signifikan. Efisiensi tinggi pembangkit listrik tenaga batu bara Jerman tidak kompetitif dengan pembangkit berbahan bakar gas.
Berdasarkan harga gas dan batu bara Uni Eropa baru-baru ini, peralihan bahan bakar batu bara ke gas akan menjadi faktor pembatas untuk permintaan batubara dalam jangka menengah.
Impor yang lebih lemah pada tahun 2020 telah membuat stok batu bara di wilayah ARA turun sekitar 1 juta ton dari level tertinggi lebih dari 7 juta ton pada Juli 2019, sementara harga yang rendah menghalangi pemasok dari Rusia, Kolombia, dan AS untuk mengekspor ke wilayah tersebut.
Impor UE dari Rusia turun 9,3 juta ton pada tahun Januari-Mei menjadi 13,1 juta ton, dengan pasokan AS, Kolombia, dan Indonesia turun masing-masing 1,5 juta ton, 2,2 juta ton, dan 2,4 juta ton. Impor ke Belanda menyumbang 7,3 juta ton atau 35% dari penurunan, dengan Spanyol menyumbang 3,9 juta ton dan Jerman 2,8 juta ton.
Pelemahan permintaan ini membuat harga batu bara menjadi sangat rendah dan membuat produsen batu bara global menderita. Para produsen ini pada akhirnya harus memilih memangkas produksinya untuk mendongkrak harga.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rata-Rata Batu Bara Diproyeksi Lebih Rendah Pada 2020