
Duh! Bagi-bagi Dividen Bikin Rupiah Dekati 15.000/US$
![[DALAM] 15.000](https://awsimages.detik.net.id/visual/2018/10/02/6fd04eb9-aedb-4291-a5c9-a0c4af77f4f2_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat cukup tajam di awal perdagangan Rabu (22/7/2020), tetapi sebelumnya dalam beberapa pekan terakhir rupiah mengalami tekanan, bahkan sempat mendekati lagi level Rp 15.000/US$.
Di pembukaan perdagangan hari ini, rupiah menguat 0,54% ke Rp 14.600/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di awal pekan, rupiah sempat ambrol 1,44% ke Rp 14.830/US$ yang menjadi level terlemah 2 bulan, tepatnya sejak 19 Mei lalu.
Jika melihat lebih ke belakang, rupiah mengalami tekanan yang cukup besar di bulan ini. Sepanjang Juli hingga Senin lalu, rupiah melemah nyaris 4%. Bahkan jika dilihat level Rp 14.830/US$ yang disentuh, Mata Uang Garuda merosot 4,66%.
Salah satu penyebab pelemahan rupiah adalah mundurnya pembagian dividen perusahaan-perusahaan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Seharusnya pembagian dividen tersebut dilakukan pada akhir kuartal II-2020, mundur menjadi bulan Juli.
Saat dividen dibagikan, khususnya ke investor asing, maka akan direpatriasi sehingga terjadi aliran modal keluar yang membuat rupiah tertekan. Rata-rata dividen yang direpatriasi setiap kuartalnya sebesar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 84 triliun (kurs Rp 14.000).
Selain itu, isu resesi semakin memperburuk kinerja rupiah. Pada pekan lalu, Singapura resmi mengalami resesi yang membuat isu tersebut kembali mencuat. Indonesia juga tak lepas dari isu resesi, Pada Kamis (16/7/2020) Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery.
Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (Amerika Serikat) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia
Di saat yang sama pada sore hari, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memperpanjang pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi selama 14 hari, akibat penyebaran kasus penyakit virus corona yang masih cukup tinggi. PSSB transisi yang terus diperpanjang tersebut berisiko membuat pemulihan ekonomi Indonesia berjalan lebih lambat dan lama.
Juli merupakan awal kuartal III-2020, jika PSBB transisi terus berlanjut, artinya masih belum semua sektor ekonomi yang dibuka, maka ada risiko pertumbuhan ekonomi minus, seperti yang diramal oleh Bank Dunia.
Maklum saja, DKI Jakarta berkontribusi sebesar 29% terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional di tahun 2019.
Untuk kuartal II-2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksi bisa sampai minus 5,08%.
"Kami sendiri sekarang memprediksikan triwulan II-2020 diproyeksikan antara minus 5,08% sampai 3,54% dengan poinnya di -4,3%," kata Sri Mulyani dalam paparan Laporan Semester I-2020 dan APBN Kita Juli 2020, Senin (20/7/2020).
Dalam kesempatan sebelumnya, Sri Mulyani sempat memberikan prediksi PDB kuartal III-2020 di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti.
