Nikmati Perjalanan Anda, Rupiah Siap Mengangkasa!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 July 2020 09:02
mata uang rupiah dolar dollar Bank Mandiri
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat di perdagangan pasar spot. Sentimen positif ternyata lebih kuat ketimbang sentimen negatif sehingga membuat investor berani masuk ke aset-aset berisiko di negara berkembang.

Pada Rabu (22/7/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.600 kala pembukaan pasar spot. Rupiah menguat 0,54% dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Hawa penguatan rupiah sudah terasa sebelum pasar spot dibuka. Mata uang Tanah Air sudah terlebih dulu menguat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF).

Mood investor memang sedang bagus sehingga berkenan mengoleksi instrumen berisiko. Ini telah terlihat di bursa saham New York.

Dini hari tadi waktu Indonesia, indeks Doe Jones Industrial Average (DJIA) ditutup naik 0,6% dan S&P 500 bertambah 0,17%. S&P 500 kini sudah tidak lagi melemah secara year-to-date (YtD), ada penguatan 0,83%.

Investor menyambut positif tercapainya kesepakatan paket stimulus baru di Eropa. Setelah diskusi dan perdebatan berhari-hari, akhirnya 27 pemimpin negara Uni Eropa menyepakati paket stimulus sebesar EUR 750 miliar (sekitar Rp 12.705,77 triliun dengan kurs saat ini).

Paket stimulus tersebut bertujuan untuk membangkitkan perekonomian Benua Biru dari resesi akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Dari jumlah tersebut, EUR 390 miliar (Rp 6.607,77 triliun) akan berupa hibah dan sisanya pinjaman lunak.

"Kesepakatan ini memberi sinyal bahwa Eropa siap untuk beraksi," tegas Charles Michel, Presiden Komite Uni Eropa, sebagaimana diwartakan Reuters.

Awalnya terjadi friksi karena negara-negara seperti Belanda, Austria, Swedia, Denmark, dan Swedia tidak setuju paket stimulus berupa hibah yang tidak perlu dikembalikan. Maklum, negara-negara menyumbang dana yaang tidak sedikit untuk anggaran Uni Eropa.

Namun setelah pembahasan sejak akhir pekan lalu, akhirnya kesepakatan tercapai. Porsi hibah dikurangi dari awalnya EUR 500 miliar (Rp 8.472,05 triliun) menjadi EUR 390 miliar. Tetap ada bagian stimulus yang berupa utang berbunga rendah.

"Memang ada beberapa benturan. Namun itu adalah bagian dari permainan," ujar Mark Rutte, Perdana Menteri Belanda, seperti dikutip dari Reuters.

Pada kuartal I-2019, ekonomi Uni Eropa terkontraksi (tumbuh negatif) -2,5% dan pada kuartal berikutnya kemungkinan kontraksi akan lebih dalam. Artinya, Uni Eropa akan resmi masuk zona resesi.

Namun paket stimulus diharapkan mampu merangsang aktivitas ekonomi sehingga ekonomi bisa kembali positif dalam waktu yang tidak terlampau lama.

Sentimen positif berikutnya adalah mulai membaiknya kinerja perusahaan-perusahaan multinasional yang terpukul hebat pada kuartal II-2020. Misalnya Coca-Cola yang pada kuartal I-2020 membukukan penurunan penjualan hingga -28% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY).

Penjualan minuman berkarbonasi anjlok akibat penerapan pembatasan sosial (social distancing) yang membuat restoran tutup, bioskop tidak beroperasi, dan pagelaran olahraga tidak diizinkan. Namun setelah ada pelonggaran social distancing, penjualan mulai membaik.

Pada Juni, penjualan Coca-Cola memang masih turun -10% YoY tetapi jauh membaik ketimbang awal kuartal II-2020 yang ambles -25% YoY. Bulan ini, penurunan penjualan diperkirakan tinggal satu digit.

"Memang ada risiko lockdown (karantina wilayah) terjadi lagi, apakah itu parsial maupun penuh. Namun saya cukup yakin bahwa kuartal II-2020 adalah yang paling sulit dan selepas itu ada perbaikan," kata CEO Coca-Cola James Quincey dalam pertemuan dengan para analis pasar, seperti dikutip dari Reuters.

Apa yang terjadi dengan Coca-Cola memberi gambaran bahwa yang terburuk sepertinya sudah terlewati. Kalau tidak ada yang aneh-aneh, maka kita akan bisa mulai melihat pemulihan ekonomi dunia meski secara bertahap.

Setidaknya dua sentimen positif tersebut berhasil menutup sentimen negatif yang kebetulan beredar pada pada saat bersamaan. Sentimen negatif tersebut adalah hubungan AS-China yang memburuk.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam kunjungannya ke Inggris mengungkapkan bahwa Negeri Adidaya akan membangun koalisi untuk melawan China. Menurut Pompeo, Beijing memanfaatkan pagebluk virus corona untuk keuntungan mereka sendiri.

"Saya harap kita bisa membangun koalisi yang saling memahami ancaman yang sama dan meyakinkan Partai Komunis China bahwa tindakan ini bisa merugikan mereka. Kita semua tentu ini seluruh negara menjunjung demokrasi dan kebebasan. Partai Komunis China adalah ancaman untuk itu," tegas Pompeo, seperti dikutip dari Reuters.

AS memang gondok betul dengan virus corona, yang penyebarannya bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China. Bagaimana tidak, AS kini menjadi negara dengan jumlah kasus corona terbanyak di dunia.

Menurut catat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah pasien positif corona di Negeri Paman Sam per 21 Juli adalah 3.748.248 orang. Jumlah pasien positid corona di seluruh dunia adalah 14.562.550 orang, jadi kasus di AS sudah 25,74% sendiri. Dari 100 orang pasien positif corona di seluruh dunia, 25 orang ada di AS.

Presiden AS Donald Trump berulang kali menyebut Covid-19 sebagai virus China (China virus). Kini Trump punya sebutan baru, wabah China (China plague).

Hubungan AS-China yang menegang bisa menjadi risiko besar bagi perekonomian dunia. Tentu masih segar di ingatan bagaimana perang dagang AS-China tahun lalu yang membikin arus perdagangan dan investasi global seret. Kalau relasi Washington-Beijing terus memburuk, maka bukan tidak mungkin perang dagang terulang lagi, bahkan bisa dalam skala yang lebih besar.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar AS Balas Dendam, Rupiah Dibikin KO Hari Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular