
Duh! Bikin Grogi Nih, Rupiah Terkapar ke Atas 14.800/US$

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Senin (20/7/2020). Tekanan dari eksternal dikatakan menjadi penyebab pelemahan rupiah, tetapi tekanan juga datang dari dalam negeri.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di level Rp 14.620/US$. Dalam waktu kurang dari 1 jam Mata Uang Garuda ambrol 1,44% ke Rp 14.830/US$. Posisi rupiah sedikit membaik, pada pukul 12:00 WIB berada di level Rp 14.745/US$, melemah 0,85% di pasar spot.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menilai pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak lepas dari sentimen global. Hal itu dikatakan Destry saat menjadi pembicara dalam seminar yang digelar Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (20/7/2020).
"Memang kalau diperhatikan belakangan ini nilai tukar bukan hanya di Indonesia tapi emerging market juga terus mengalami tekanan," ujar Destry.
Menurut dia, hal itu tak lepas dari analisis-analisis terkini terkait kondisi perekonomian global.
"Bahwa kondisinya (resesi) akan lebih deeper (dalam) dan longer (lama) sehingga terjadilah risk off. Jadi mereka menjauhi kembali instrumen-instrumen ataupun market yang mereka anggap akan membuat risiko tinggi," kata Destry.
Jepang bisa menjadi contoh resesi yang dalam dan pajang yang akan dialami. Negara dengan nilai perekonomian terbesar ketiga di dunia tersebut sudah mengalami resesi pada kuartal I-2020, dan akan makin dalam pada periode April-Juni.
Produk domestik bruto (PDB) Jepang dilaporkan minus 1,7% year-on-year (YoY), setelah minus 0,7% YoY pada kuartal IV 2019. Jepang menjadi negara maju pertama yang mengalami resesi di tahun ini.
Resesi di Jepang masih akan berlanjut di kuartal II-2020, bahkan diprediksi menjadi yang terburuk dalam satu dekade terakhir. Tanda-tandanya yakni ekspor yang terus merosot.
Data yang dirilis Kementerian Keuangan Jepang hari ini menunjukkan ekspor di bulan Juni ambrol 26,2% YoY, lebih besar dari hasil disurvei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi penurunan 24,9%. Penurunan tersebut melanjutkan kinerja negatif bulan Mei yang ambrol 28,3% YoY, menjadi yang terburuk sejak September 2009.
Hasil polling Reuters juga menunjukkan perekonomian Jepang diramal akan berkontraksi 5,3% di tahun fiskal 2020, dan akan menjadi yang terburuk sejak tahun 1994.
Selain dari eksternal, Indonesia yang menghadapi risiko resesi juga memberikan tekanan bagi rupiah. Kali terakhir Indonesia mengalami resesi pada tahun 1998 saat terjadi krisisi moneter. Sementara saat krisis finansial global 2008, Indonesia masih mampu lepas dari resesi.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.
Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti. Rupiah pun mengalami tekanan.
Apalagi, dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) DKI Jakarta yang diperpanjang hingga 30 Juli mendatang, membuat pemulihan ekonomi Indonesia terancam berjalan lambat di kuartal III-2020, risiko resesi pun meningkat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
