
Bos BRI Luruskan soal Mispersepsi Keringanan Kredit

Jakarta, CNBC Indonesia- Pandemi Covid-19 membuat aktivitas masyarakat terganggu sehingga berdampak pada aktivitas perekonomian. Dampak perekenomian ini membuat pemerintah mengeluarkan berbagai stimulus untuk menggerakan ekonomi terutama untuk UMKM.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) Sunarso mengatakan sejak awal Maret telah ada arahan untuk memberikan keringanan kredit bagi masyarakat yang terdampak UMKM. Meski demikian ada berbagai persepsi di masyarakat tentang kebijakan restrukturisasi.
Menurutnya dari beberapa kali kebijakan yang dibuat untuk pemulihan ekonomi akibat Covid-19 harus disikapi secara bijaksana. Dia memaparkan setelah ada arahan untuk memberikan keringanan kredit, diterbitkan POJK no 11 2020 tentang perubahan penetapan kualitas aset dan bank wajib menyusun pedoman restrukturisasi, dan bank wajib membuat kriteria nasabah yang diberikan restrukturisasi dan bentuknya
"Itu jelas bahwa diserahkan pada bank maka jangan tanya kenapa berbeda-beda, karena peraturannya mengizinkan dan mengharuskan bank membuat kriteria," kata Sunarso, Rabu (15/07/2020).
Setelah itu ada PMK 64 Tahun 2020 dan PMK 65 Tahun 2020 yang mengatur tentang stimulus dan subsidi bunga. Sunarso mengatakan begitu ada arahan restrukturisasi masyarakat berbondong-bondong ke bank untuk menagih janji.
"Semua pikirnya kan dibebaskan, ditunda 6 bulan, ditunda 1 tahun padahal kan tidak ada tulisannya. Setelah aturannya keluar kan ternyata tentang subsidi bunga," katanya.
Untuk yang kredit diatas Rp 500 juta hingga Rp 1 miliar, ada pula subsidi sebesar 3%, 3 bulan kedua disubsidi 2%Untuk KUR, yang semula disubsidi dari 16%, bank terima 16% dan dibayarkan premi penjaminan 1,75%, sehingga bank menerima 15,25%. Dalam keadaan normal yang dibayarkan nasabah adalah 6%, dan yang disubsidi 10%. Pandemi ini membuat subsidi bunga yang diberikan untuk kredit di bawah Rp 500 juta adalah 6% selama 3 bulan pertama, 3 bulan kedua subsidi turun menjadi 3%.
"Jadi jelas menjawab, gratis atau engga? Tidak, jadi diturunkan saja. Itu sudah menjawab pertanyaan masyarakat. Jadi gugurlah teori-teori yang mengatakan akan digratiskan selama satu tahun, ternyata subsidi juga hanya 6 bulan. Itu faktanya," jelasnya.
Kemudian ada PMK 70 Tahun 2020 yang intinya pemeirntah menampatakan uang di bank umum diawali dengan bank himbara, dan diminta menyalurkan kredit dengan meleverage tiga kali. Artinya BRI yang menerima Rp 10 triliun harus menyalurkan Rp 30 triliun.
Selain itu ada pula PMK 71 tentang penjaminan bagi UMKM yang sempet shutdown dan sehingga jangan sampai melakukan PHK karyawan. Untuk itu dibutuhkan modal kerja kredit, dan risko kredit naik maka dijamin oleh lembaga penjaminan pemeirntah, yang dibayarkan pemerintah adalah premi penjaminan.
"Kenapa kok berubah-ubah? Menurut saya berbagai krisis mengajarkan kita manage risiko, tapi berbagai krisis juga menghasilkan trauma tertentu. Ini karena ada risiko yang lain, kita tidak selalu secara clear, ini laba rugi bisnis atau krisis," katanya.
Untuk itu karena dalam situasi krisis maka tidak bisa menggunakan pedoman aturan normal. Menurutnya kalaupun dituntut keberanian dalam kebijakan dalam masa krisis, belum tentu tidak akan dipermasalahkan di kemudian hari.
Sunarso mengatakan sejak 25 Juni setelah menerima penempatan Rp 10 triliun, hingga hari ini BRI telah menyalurkan Rp 13,59 triliun untuk 259.617 debitur UMKM. Dia menegaskan penempatan melalui deposito sehingga harus tunduk kepada aturan yang berlaku.
"Makin hari kesini semua stakeholder paham krisis ini adalah yang ditanggung bersama, dan memang sempat ada kebijakan yang tidak berjalan tetapi terakhir-terakhir ini dengan revisi kebijakan ini kebijakan semakin jalan," kata Sunarso.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Senilai Rp 14,9 T, BRI Beri Relaksasi Kredit 134 Ribu UMKM