
Rupiah Rontok, Bisakah China Jadi Penolong Hari ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tajam 1,39% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.575/US$ pada perdagangan Rabu kemarin. Rupiah bahkan sempat menyentuh level Rp 14.600/US$ untuk pertama kalinya sejak 29 Mei.
Penekan utama rupiah adalah Bank Indonesia (BI) yang akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini. Hasil survei Reuters menunjukkan 14 dari 26 ekonom memprediksi BI akan memangkas suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia juga menghasilkan median BI memangkas suku bunga menjadi 4%.
Penurunan suku bunga dapat membantu perekonomian berputar lebih cepat dan segera bangkit dari kemerosotan akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Sehingga saat BI memangkas suku bunga, rupiah cenderung menguat.
Tetapi kali ini tidak seperti biasanya, peluang pemangkasan suku bunga oleh BI direspon negatif oleh pasar. Sebabnya, BI sudah memangkas 75 bps di tahun ini, saat suku bunga dipangkas lagi, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tentunya juga akan menurun. Sehingga daya tarik investasi menjadi menurun, aliran modal ke dalam negeri berisiko seret, rupiah pun kehabisan "bensin".
BI baru akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) mulai pukul 14:00 WIB, sehingga masih ada banyak waktu yang diarungi rupiah sebelum pengumuman tersebut.
Pagi ini China akan melaporkan data PDB kuartal II-2020. Pada kuartal I-2020, PDB China berkontraksi alias minus 6,8% year-on-year (YoY), menjadi yang terburuk sepanjang sejarah. Sementara untuk kuartal II-2020, hasil polling Reuters menunjukkan PDB diperkirakan tumbuh 2,5% YoY.
Jika rilis tersebut sesuai prediksi atau malah lebih tinggi lagi, maka peluang perekonomian China membentuk kurva V-Shape, artinya meresot tajam kemudian pulih dengan cepat tentunya akan semakin besar.
China merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS. Saat roda perekonomiannya mulia berputar kencang lagi, negara-negara lain yang merupakan mitra dagang China tentunya juga akan menggeliat, termasuk Indonesia.
Sehingga, data dari China tersebut dapat mengurangi tekanan bagi rupiah, jika menunjukkan pertumbuhan sesuai prediksi, syukur-syukur kalo bisa lebih tinggi.
Secara teknikal pelemahan tajam kemarin membuat outlook rupiah yang disimbolkan USD/IDR di pekan ini berubah. Rupiah sudah jauh melewati resisten Rp 14.510/US$.
Rupiah di awal pekan ini mencatat penguatan tipis, dan sebenarnya menjadi sinyal rupiah berpeluang melesat lagi di pekan ini.
Dilihat pada grafik candle stick harian Senin (13/7/2020) badannya (body) kecil di bagian bawah, sementara ekornya (tail) panjang ke atas. Pola tersebut disebut Shooting Star, dan kerap dijadikan sinyal pembalikan arah atau USD/IDR akan bergerak turun, dengan kata lain rupiah berpeluang menguat.
Pola yang sama muncul pada Senin pekan lalu, dan rupiah akhirnya membukukan penguatan 0,62% secara mingguan dan menjadi mata uang terbaik kedua di Asia. Saat itu, puncak tail pola Shooting Star berada di level Rp 14.570/US$, dan posisi penutupan rupiah kemarin sudah lebih tinggi dari level tersebut, sehingga tekanan bagi rupiah semakin besar.
![]() Foto: Refinitiv |
Sementara itu indikator stochastic berbalik bergerak naik tetapi masih cukup jauh dari wilayah jenuh beli (overbought) ataupun jenuh jual (oversold) yang bisa menjadi indikasi apakah rupiah akan melemah atau menguat.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Level Rp 14.600/US$ menjadi resisten terdekat, jika dilewati rupiah berisiko melemah ke Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 61,8%) sehingga berpeluang menahan pelemahan rupiah.
Sementara selama tertahan di bawah Rp 14.600/US$, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.510/US$ yang kini menjadi support terdekat. Penembusan ke bawah level tersebut akan membuka peluang penguatan ke Rp 14.415/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
