
Jangan Remehkan Saham Lapis 2 & 3, Ini Bukti Mereka Perkasa

Jakarta, CNBC Indonesia - Tebak, saham apakah yang selama tahun berjalan (year to date) berhasil menahan keruntuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)? Apakah raja kapitalisasi pasar PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), atau saham-saham unggulan alias blue chip lainnya?
Jika memang itu adalah tebakan Anda, maka ternyata Anda salah!
Ketika saham-saham blue chip berguguran dilego investor akibat pandemi virus corona, ternyata saham-saham lapis tiga (third liner) dan lapis empat (fourth liner) yang berhasil menahan IHSG dari kejatuhan yang lebih dalam.
Mari kita buktikan dengan beberapa data BEI berikut ini soal saham-saham penggerak naik IHSG selama tahun berjalan, Januari hingga perdagangan awal sesi II, Rabu (15/7/2020).
Berdasarkan data BEI ini, dapat dilihat ternyata PT Bank Jago Tbk (ARTO) adalah saham pasak penahan kejatuhan IHSG karena harganya berhasil terbang tinggi 498% selama tahun berjalan.
Bank digital yang dikabarkan disokong Gojek ini berhasil mengangkat IHSG sebanyak 21,6 poin. Bank yang dulunya bernama PT Bank Artos Indonesia Tbk ini dulunya milik Keluarga Arto Hardy yang kemudian diambilalih bos Northstar Patrick Walujo dan eks bankir BTPN yakni Jerry Ng di tahun lalu.
Di posisi kedua ada saham PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) yang meskipun memiliki kapitalisasi pasar jumbo, akan tetapi likuiditas sahamnya buruk. Perusahaan grup Sinar Mas ini harga sahamnya berhasil tumbuh 14% selama tahun berjalan dan mengerek IHSG sebesar 11,7 poin.
Apabila diperhatikan dengan seksama dari saham-saham di atas terdapat kesamaan, yakni saham-saham di atas memiliki likuiditas yang buruk bahkan beberapa saham di atas ada yang sehari-hari tidak memiliki transaksi sama sekali.
Biasanya, buruknya likuiditas saham tersebut menunjukkan kalau saham tersebut tidak tersebar merata ke publik dan dimiliki oleh segelintir investor saja sehingga rawan terjadi cornering, di mana pemegang mayoritas saham yang beredar dapat menggerakkan saham dengan mudah ke arah tertentu. Dalam kasus ini, naik puluhan hingga ratusan persen alias aksi goreng saham.
Pengecualian hanya terjadi pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) yang menjadi anggota LQ45 yaitu indeks yang berisi 45 saham yang likuid dan berkinerja baik. Secara tahun berjalan TOWR berhasil reli 32,3% secara tahun berjalan dan mendorong IHSG sebesar 11,5 poin.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan saham-saham pemberat gerak IHSG, saham-saham yang menjadi juara laggard IHSG adalah golongan saham-saham blue chip. Hal ini terjadi karena memang apabila saham dengan kapitalisasi pasar besar terkoreksi maka akan menggerus IHSG secara kuat.
Di posisi pertama ada saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang terkoreksi 28% selama tahun berjalan dan memberatkan IHSG sebanyak 129,8 poin.
Selanjutnya ada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang terkoreksi 30,9% dan memukul IHSG sebanyak 94,8 poin.
Satu-satunya saham yang bukan anggota LQ45 pada daftar saham-saham pemberat gerak IHSG adalah PT Pollux Properti Indonesia Tbk (POLL).
Saham properti yang sejak penawaran perdana sudah melesat 1.910% sehingga masuk ke dalam daftar Unusual Market Activity (UMA) dari BEI ini terpaksa tergelincir turun 57,2% tahun ini dan memberatkan IHSG sebanyak 45,6 poin. Pollux tercatat di BEI pada 11 Juli 2018 dengan harga perdana Rp 615/saham.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
