Resesi & PDB Minus Terparah dalam Sejarah, Dolar Singapura KO

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Singapura melemah melawan rupiah pada perdagangan Selasa (14/7/2020), akibat Negeri Merlion resmi mengalami resesi. Tidak hanya resesi, kontraksi produk domestik bruto (PDB) juga yang terparah sepanjang sejarah.
Pada pukul 9:28 WIB, SG$ 1 setara Rp 10.298,66, dolar Singapura melemah 0,19% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Pemerintah Singapura pagi tadi melaporkan perekonomian mengalami kontraksi di kuartal II-2020. Tidak tanggung-tanggung produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II-2020 minus 41,2% quarter-on-quarter (QoQ) setelah minus 3,3% di kuartal I-2020. Kontraksi pada periode April-Juni tersebut lebih buruk dari konsensus di Trading Economic sebesar -37,4%.
Sementara secara tahunan atau year-on-year (YoY) PDB minus 12,6%, juga lebih buruk dari konsensus minus 10,5% YoY. Tidak hanya lebih buruk dari konsensus, PDB tersebut juga terburuk sepanjang sejarah Negeri Merlion. Di kuartal I-2020, PDB mengalami kontraksi tipis -0,3% YoY.
Suatu negara dikatakan mengalami resesi ketika PDB minus dalam 2 kuartal beruntun. Sehingga, Singapura sah mengalami resesi. Terakhir kali Singapura mengalami resesi pada tahun 2008 saat krisis finansial global.
Resesi memang tidak bisa dihindari, sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda dunia, perekonomian Singapura juga sedang dalam tren menurun. Sebannya, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China, yang membuat outlook ekonomi dunia suram.
Pandemi Covid-19 memperparah kondisi Singapura, guna meredam penyebaran virus yang berasal dari kota Wuhan China tersebut, kebijakan karantina wilayah atau yang disana disebut circuit breaker harus diterapkan.
Alhasil, aktivitas bisnis menurun drastis, bahkan bisa dibilang mati suri, kemerosotan ekonomi pun tak bisa dihindari.
Meski demikian, dalam kondisi seperti itu, Singapura tetap dikatakan safe place investasi oleh Bank investasi ternama, Morgan Stanley. Sehingga dolar Singapura juga tak ambrol meski mengalami kontraksi ekonomi parah.
"Kita bisa melihat inflow yang didukung oleh peningkatan persepsi Singapura sebagai safe place di saat terjadi ketidakpastian ekonomi dan politik regional," tulis analis Morgan Stanley, Wilson Ng dan Derek Chang, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (29/6/2020).
Aliran modal besar masuk ke Singapura di tahun ini, bahkan tren tersebut sudah terjadi sejak tahun lalu. Di bulan April deposito non-residence dilaporkan meningkat 44% YoY menjadi SG$62,14 miliar, yang merupakan rekor tertinggi sepanjang sejarah.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
