
Bulan Madu Berakhir! Harga Emas Ambles ke Bawah US$ 1.800

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah semalam harga emas berhasil ditutup di atas US$ 1.800/troy ons, hari ini Selasa (14/7/2020) harga logam mulia tersebut melorot di perdagangan pagi.
Pada 09.20 WIB, harga emas dunia di pasar spot melemah 0,2% ke US$ 1.798,77/troy ons. Meskipun melorot, harga emas memang masih berada di rentang tertingginya dalam 8 tahun saat ini.
Meski jumlah kasus infeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) terus bertambah dan membuat aura kecemasan di pasar terasa, harga emas seolah kurang bertenaga untuk bergerak ke atas lagi.
Penguatan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini membuat harga emas yang sudah tinggi menjadi lebih mahal, terutama bagi pemegang mata uang asing. Emas memang ditransaksikan dalam dolar AS.
Penguatan dolar AS tercermin dari naiknya indeks dolar yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang lainnya. Indeks dolar menguat 0,11% pada pukul 09.30 hari ini Selasa (14/7/2020).
Fakta bahwa pandemi Covid-19 masih terus menjadi ancaman bagi perekonomian global membuat fundamental emas kokoh. Minat investor terhadap bullion meningkat seiring dengan sudah rendahnya imbal hasil yang ditawarkan oleh aset safe haven lain seperti obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun.
Jika melihat posisi imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun yang berada di level 0,616% dan tingkat inflasi inti AS (PCE Core Inflation) di angka 1,2% bulan lalu, maka tingkat suku bunga riil menjadi negatif.
Hal tersebut membuat investor melirik emas karena selain minim risiko, kenaikan harganya yang sudah sampai 18% sepanjang tahun ini dan potensi kenaikan lanjutannya memang lebih menarik.
Fakta inilah yang membuat opportunity cost untuk memegang emas sebagai non-yielding instrument alias instrumen investasi tanpa imbal hasil (suku bunga/dividen) menjadi rendah.
Jika ditambah dengan rendahnya suku bunga acuan, program pembelian aset-aset keuangan oleh bank sentral hingga stimulus fiskal pemerintah, ancaman inflasi di masa depan menjadi risiko yang menyebabkan nilai uang mengalami devaluasi.
Penurunan daya beli akibat inflasi inilah yang membuat investor memanfaatkan momentum untuk masuk ke emas. Maklum, logam mulia ini diyakini sebagai aset lindung nilai (hedging) terhadap inflasi.
Sehingga ketika harga emas menurun, momentum ini justru dimanfaatkan oleh investor untuk membeli emas. Ke depan emas diperkirakan bisa tembus US$ 2.000/troy ons dan bahkan ke US$ 3.000/troy ons.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Emas Tembus USD 1.921/Oz, Tertinggi Sejak 2011