Ada Faktor China di Balik Reli Bursa Saham Hari Ini

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
13 July 2020 17:40
Bursa China
Foto: REUTERS/Stringer

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di level 5.064,447 atau naik 0,7% atau 33,2 poin. Meski ada tekanan dari sisi peningkatan korban Covid-19 di banyak negara, bursa Indonesia dan Asia sukses menguat. Ada faktor China di baliknya.

Penguatan IHSG hari ini ditopang 237 saham yang diperdagangkan di jalur hijau, sedangkan 183 melemah dan 147 lainnya bergerak flat. Nilai transaksi bursa mencapai Rp 6,3 triliun, dengan investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) Rp 44,1 miliar.

Mayoritas bursa utama Asia menguat, terutama bursa China di mana indeks Shenzen melesat 3,5% disusul indeks Nikkei Jepang melejit 2,2%, demikian juga indeks Kospi (Korea Selatan) yang naik 1,7%. Hanya bursa Singapura dan India yang turun, masing-masing sebesar 0,8% dan 0,6%.

Lonjakan di bursa China ini bukanlah hal yang mengejutkan karena di tengah situasi pandemi yang kian buruk, dengan lonjakan kasus di beberapa negara, China sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia membagikan kabar positif.

Dua kabar itu terkait dengan perkembangan makro dan moneter. Pertama, dari sisi moneter, bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) menyatakan stimulus tambahan tidak perlu dikeluarkan di masa mendatang. Kebijakan moneter ekstra longgar akan kembali normal.

″Kebijakan dan tindakan dibuat merespon wabah virus corona, dan setelah misi selesai mereka akan dicabut," tutur Guo Kai, Deputi Direktur Kebijakan Moneter PBoC, sebagaimana diterjemahkan dan dikutip CNBC International.

Sebagai contoh, Guo memberi contoh dua program kredit khusus senilai total 800 miliar yuan (US$ 114,29 miliar) yang telah menggapai tujuan awal mereka untuk mendukung produksi pasokan medis dan aktivitas layanan kesehatan.

"Dalam setengah tahun selanjutnya, ekonomi akan kembali normal, dan fungsi kebijakan moneter tradisional bisa menjadi lebih jelas," lanjut Gup. "Kita telah memasuki kondisi yang lebih normal."

Pada situasi awal pandemi, sekitar Februari-Maret, pasar bereaksi positif ketika negara maju, utamanya Amerika Serikat (AS) dan China, mengucurkan stimulus karena kebijakan itu diyakini bakal menolong ekonomi dari ancaman resesi dalam. Sebaliknya ketika tak ada stimulus, atau nilai stimulus yang dirilis terlalu kecil, pasar pun bereaksi negatif dengan aksi jual saham.

Namun kini, ketika situasi krisis telah berjalan, kabar ketiadaan stimulus (tambahan) malah menjadi sentimen positif karena mengindikasikan bahwa situasi terburuk telah usai, terlihat dari penilaian bank sentral China mengenai tidak urgennya tambahan stimulus. Pasar pun yakin ekonomi membaik dan investasi di aset berisiko seperti saham bakal cuan.

Pandangan bank sentral China tersebut mengemuka selang beberapa hari jelang rilis data Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2020, yakni pada Kamis (16/7/2020). JP Morgan memberikan estimasi yang sangat positif untuk ekonomi China.

Firma broker global asal Amerika Serikat (AS) tersebut memperkirakan PDB China membentuk tren pemulihan berbentuk V. Setelah terkontraksi sebesar 6,8% (secara tahunan) pada kuartal I-2020, ekonomi Negeri Panda diperkirakan tumbuh 1,8% pada kuartal kedua.

Proyeksi positif ini sejalan dengan konsensus ekonom dalam polling Tradingeconomics yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi China bakal sebesar 2,1% pada kuartal kedua tahun ini.

Indikasi pemulihan ekonomi terutama terlihat dari kenaikan lanjutan angka PMI Juni, terutama versi Markit untuk sektor jasa, ke level tertinggi dalam lebih dari 10 tahun. Hal ini tak hanya mengindikasikan kuatnya momentum aktivitas manufaktur, tetapi juga mengindikasikan pemulihan sektor non-manufaktur.

"Proyeksi kami mengasumsikan bahwa pemulihan sektor industri pada Juni bakal mencatatkan pertumbuhan 0,9% secara bulanan. Dari sisi permintan, kami memperkrakan sektor berbasis ekspor membukukan pertumbuhan 0,7% secara bulanan pada Juni," tutur Kepala Ekonom JP Morgan Sin Beng Ong, dalam laporan risetnya.

Di sisi lan, penjualan ritel diprediksi masih akan menunjukkan pemulihan berlanjut yang solid, yakni naik 3,7% secara bulanan per Juni meski masih akan tertekan 0,7% secara tahunan.

Dengan pulihnya sektor-sektor vital tersebut, permintaan impor China pun berangsur pulih. Per 6 Juli, konsumsi batu bara enam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terbesar di China menguat 13,8%.

Ini menjelaskan mengapa saham-saham tambang hari ini menguat, misalnya PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang melesat 6,5% ke Rp 1.155 per unit, diikuti saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA) sebesar 4,8% ke Rp 2.170.

Indeks saham sektor tambang sendiri melesat 3,2% menjadi indeks saham sektoral menjadi penopang reli terbesar kedua IHSG hari ini dengan kontribusi reli 8,6 poin. Indeks saham sektor keuangan yang naik 0,5% menjadi penggerak utama reli IHSG dengan sumbangan reli 8,6 poin.

Jika tak ada sentimen negatif dhadhakan malam ini, maka tak ada alasan bagi IHSG menghentikan relinya pada perdagangan besok.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Sumringah, IHSG Juga Ikutan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular