
Rupiah Mau Menguat 4 Hari Beruntun, tapi Malu-Malu

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah belum banyak bergerak pada perdagangan Kamis (9/10/2020), dan beberapa kali keluar masuk antara penguatan dan pelemahan. Sentimen pelaku pasar sebenarnya sedang bagus, sehingga rupiah punya modal untuk menguat. Tetapi setelah mencatat penguatan 3 hari beruntun, rupiah masih malu-malu untuk kembali menguat.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.350/US$, tidak lama menguat tipis 0,07%, kemudian masuk ke zona merah, melemah 0,21% di Rp 14.380/US$. Hingga tengah hari, rupiah bolak balik di kisaran area tersebut, tepat pada pukul 12:00 WIB, berada di Rp 14.360/US$.
Sentimen pelaku pasar sejak kemarin cukup bagus, tercermin dari pergerakan bursa saham AS (Wall Street) yang menguat, indeks Nasdaq mencetak rekor tertinggi. Penguatan tersebut merembet ke Asia hari ini, mayoritas bursa menghijau termasuk Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia.
Kemarin ketika sentimen pelaku pasar sedang kurang bagus rupiah mampu menguat, apalagi saat mood sedang ceria, tentunya peluang untuk menguat lebih besar.
Penguatan rupiah ditopang sentimen dalam negeri sejak Selasa lalu setelah Gubernur Bank Indonesia (BI) meredam ekspektasi kenaikan inflasi akibat rencana pembelian obligasi pemerintah dengan zero coupon dalam skema "burden sharing" guna menanggulangi virus corona dan membangkitkan lagi perekonomian.
Inflasi yang tinggi membuat real return investasi di dalam negeri menjadi menurun, sehingga tidak menarik bagi investor asing.
Selain itu BI Selasa pagi melaporkan cadangan devisa di bulan Juni sebesar US$ 131,7 miliar, naik US$ 1.2 miliar pada akhir Mei.
Kenaikan cadangan devisa tersebut tentunya membuat amunisi BI untuk menstabilkan rupiah jika mengalami gejolak menjadi lebih besar. Sehingga investor lebih nyaman mengalirkan modalnya ke dalam negeri.
Kabar baik lainnya datang dari luar negeri, tepatnya China. Pagi tadi pemerintah China melaporkan data inflasi bulan Juni yang tumbuh 2,5% secara tahunan atau year-on-year (YoY), naik dari bulan sebelumnya 2,4% YoY. Ini juga merupakan kenaikan pertama setelah menurun dalam 4 bulan sebelumnya.
Kenaikan inflasi menjadi indikasi roda bisnis kembali berputar, konsumsi mulai meningkat sehingga harga-harga jadi naik. Data tersebut menunjukkan perekonomian China perlahan mulai bangkit setelah terpukul hebat akibat pandemi penyakit virus corona (Covid-10). Sehingga memunculkan harapan perekonomian global akan segera bangkit atau membentuk kurva V-shape.
Data dari China tersebut sekali lagi membuat mood pelaku pasar membaik, rupiah pun punya potensi besar mencatat penguatan 4 hari beruntun, tetapi masih malu-malu. Tidak menutup kemungkinan rupiah akan menguat di menit-menit akhir perdagangan, yang menjadi ciri khas pergerakan Mata Uang Garuda.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
