
Ekonomi RI Kuartal II Diramal Minus, Rupiah Masih Perkasa Lho

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Rabu (8/7/2020), melanjutkan penguatan sejak awal pekan lalu. Rupiah masih perkasa ketika perekonomian Republik Indonesia (RI) diramal mengalami kontraksi alias tumbuh minus di kuartal II-2020.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung menguat 0,07% ke Rp 14.390/US$. Apresiasi sempat bertambah menjadi 0,1% di Rp 14.385/US$, yang merupakan level terkuat intraday. Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di Rp 14.400/US$ alias stagnan di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Prediksi perekonomian akan mengalami kontraksi pada periode April-Juni diberikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat Rapat Kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dengan pembahasan mengenai Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun Anggaran 2021.
Sri Mulyani mengatakan hampir semua negara dipusingkan oleh Covid-19.
"Oleh karena ketidakpastian ini, maka seluruh negara terus akan mencoba untuk mengelola Covid ini melalui berbagai policy. Mulai dari yang sifatnya ekstrem seperti lockdown atau shutdown dari sisi aktivitas sampai kepada yang sifatnya limitatif yaitu pergerakan sosial yang dibatasi."
Akibat kebijakan tersebut perekonomian global mengalami pelambatan, termasuk Indonesia. Di kuartal II produk domestik bruto (PDB) diramal akan minus.
"Estimasinya -3,8% [kuartal II-2020]. Namun, untuk kuartal ketiga dan keempat atau semester 2 tahun ini, Pemerintah akan berusaha maksimal agar pemulihan ekonomi bisa mulai berjalan," katanya.
Sementara untuk PDB tahun 2020 penuh diprediksi di kisaran -0,4% sampai +1%.
Meski perekonomian diramal minus tetapi rupiah masih tetap perkasa. Maklum saja, seluruh dunia mengalami hal yang sama.
Apalagi, rupiah sedang mendapat tenaga dari meredanya kecemasan kenaikan inflasi yang dapat mengurangi real return investasi di dalam negeri.
Pemerintah sebelumnya mengajukan "burden sharing" dimana BI akan membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon untuk keperluan public goods senilai 397,6 triliun. Kemudian ada lagi untuk non-public goods, BI akan menyerap obligasi pemerintah dengan yield sebesar suku bunga 7 Day Reserve Repo Rate dikurangi 1%.
Ada kecemasan di pasar jika, rencana "burden sharing" tersebut akhirnya terealisasi, inflasi di Indonesia akan mengalami kenaikan akibat semakin banyaknya jumlah uang yang beredar.
Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.
"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga ke seluruh dunia," katanya.
Belum lagi BI diprediksi akan kembali memangkas suku bunga acuannya, sehingga yield yang dihasilkan dari berinvestasi di pasar obligasi misalnya akan lebih rendah lagi.
Saat mengumumkan pemangkasan suku bunga 25 basis poin (bps) menjadi 4,25% pertengahan Juni lalu, BI memang membuka peluang akan kembali memangkas 7 Day Reserve Repo Rate tersebut.
Akibatnya, real return yang dihasilkan dengan berinvestasi di Indonesia menjadi lebih semakin rendah, sehingga menjadi kurang menarik di tengah pandemi Covid-19 yang memberikan ketidakpastian ekonomi secara global.
Namun Senin sore lalu, Gubernur Perry mengatakan dampak inflasi yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut tidak besar.
Perry Warjiyo juga menambahkan dengan kebijakan ini, pihaknya akan tetap menjaga dari kesehatan sisi moneter seperti inflasi dan nilai tukar rupiah. Selain itu, SBN yang dibeli dari pemerintah bisa dijual kembali untuk BI bisa menjalankan operasi moneternya.
Alhasil, kecemasan akan penurunan real return berinvestasi di Indonesia mulai mereda, dan rupiah kembali perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk
