
Sah! Rupiah Melemah 7 Hari Beruntun & Terburuk di Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah merosot tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (3/7/2020), hingga nyaris mencapai Rp 14.600/US$. Risiko kenaikan inflasi, lonjakan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di dalam negeri, tanda-tanda kebangkitan ekonomi AS membuat rupiah terpukul.
Rupiah sebenarnya mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.305/US$, tetapi dalam waktu singkat langsung ambrol. Kemerosotan rupiah terus berlanjut hingga 2% ke level Rp 14.590/US$, yang merupakan level terlemah sejak 29 Mei lalu.
Selepas tengah hari, rupiah berhasil memangkas pelemahan, hingga mengakhiri perdagangan di level Rp 14.450/US$, melemah 1,01% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Dengan pelemahan hari ini, rupiah resmi membukukan pelemahan dalam 7 hari beruntun, terpanjang sejak bulan Februari ketika melemah 8 hari berturut-turut. Kinerja rupiah juga paling buruk di Asia hari ini.
Mata uang utama Asia cenderung bergerak tipis-tipis, entah itu menguat atau melemah. Hanya rupiah yang mengalami pelemahan lebih dari 1%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:08 WIB.
Terus merosotnya rupiah di pekan ini terjadi akibat kecemasan pelaku pasar akan kemungkinan naiknya inflasi di Indonesia. Hal ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) pada hari Senin lalu setuju "sharing the pain" dengan pemerintah dalam rangka memerangi pandemi penyakit virus corona (Covid-19). BI setuju untuk membeli obligasi pemerintah tanpa bunga alias zero coupon.
Ahli strategi mata uang di DailyFX, Margaret Yang, sebagaimana dikutip Reuters mengatakan saat bank sentral di negara berkembang membeli obligasi pemerintahnya dengan mata uang sendiri, maka akan menciptakan inflasi.
"Bank Sentral AS (The Fed) melakukan hal yang sama, tetapi situasinya berbeda karena dolar AS adalah mata uang dunia, jadi uang tidak hanya beredar di Amerika Serikat, tetapi juga keseluruh dunia," katanya.
Ketika inflasi meningkat, maka daya tarik investasi di Indonesia menjadi menurun, sebab riil return yang dihasilkan menjadi lebih rendah.
