
Tak Tahan Kena Gempuran, Harga Batu Bara Melemah Lagi Kemarin

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib harga batu bara termal acuan Newcastle untuk kontrak yang ramai ditransaksikan kian terpuruk. Kemarin harga batu bara ditutup melemah lagi.
Pada perdagangan Rabu (1/7/2020) harga batu bara dibanderol US$ 53/ton atau terkoreksi 0,75% dari posisi penutupan sebelumnya di US$ 53,4/ton. Sejak akhir April, harga batu bara cenderung bergerak sideways rentang US$ 51 - US$ 56 per tonnya.
Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) telah membuat pasar batu bara lintas laut (seaborne) lesu. Asosiasi pertambangan batu bara RI (APBI) memperkirakan dampak pandemi bisa mengganggu permintaan batu bara sebanyak 85 juta ton.
Impor batu bara India yang lemah membuat Indonesia sebagai salah satu eksportir komoditas ini ke negara tersebut terkena dampaknya. Di sisi lain China sebagai konsumen batu bara terbesar di dunia juga dikabarkan akan mengetatkan impor batu baranya dan beralih ke suplai domestik.
Bersamaan dengan itu, impor Jepang dan Korea Selatan juga diprediksi akan rendah. Apalagi dengan melimpahnya pasokan gas alam serta murahnya harga akan cenderung membuat kedua negara itu beralih ke gas.
Kementerian ESDM RI melaporkan ekspor batu bara Indonesia dari Januari hingga Mei mencapai 175 juta ton. Ekspor komoditas ini pada 2020 diperkirakan turun 8% dari tahun lalu menjadi 435 juta ton dari 472 juta ton pada 2019.
Perusahaan-perusahaan tambang batu bara RI mengekspor sebagian batubaranya ke China dan India masing-masing sebesar 29% dan 23%. Melihat pelemahan demand dan harga yang jatuh, APBI meminta anggotanya untuk memangkas produksinya.
Reuters melaporkan APBI meminta anggotanya untuk memangkas outputnya secara kolektif sebesar 40-50 juta ton di sepanjang Juni hingga Desember tahun ini.
Belum juga pulih, pasar kini kembali dihadapkan pada realita pahit akan lonjakan kasus di berbagai negara. Akibat lonjakan kasus yang signifikan ini, WHO kembali menyarankan beberapa negara dengan lonjakan kasus yang tinggi untuk kembali menerapkan lockdown.
"Beberapa negara yang telah berhasil menekan transmisi yang sedang membuka kembali perekonomiannya, sekarang mungkin mengalami kemunduran dan mungkin harus menerapkan intervensi lagi, mungkin harus menerapkan apa yang disebut lockdown lagi," kata Dr. Maria Van Kerkhove, kepala unit penyakit baru dan zoonosi WHO, melansir CNBC International.
Lockdown sudah mulai dilakukan di Beijing dan Leicester. Jika lockdown yang masif kembali diterapkan, maka prospek ekonomi global akan semakin suram dan permintaan terhadap batu bara bisa semakin ambles. Tentunya ini jadi ancaman bagi harga batu bara yang sudah tertekan di sepanjang tahun ini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Next Article Selama November Batu Bara Naik 17%, Bakal Naik Lagi?


Ditugaskan Prabowo, Sri Mulyani Temui Mantan Wapres Boediono

China Boikot Produk Amerika, Trump Sekarang Kena Batunya

Sejak Ada Danantara, Gaya Promosi Investasi RI Bak "Tangan di Atas"

Ini Spesifikasi Rudal Balistik RI 'KHAN' yang Disorot Media Singapura

Mobil Ini Paling Gak Laku di RI, Cuma Terjual 3 Unit

Pemimpin Malaysia-RI Diam-Diam Bertemu, Bahas Rencana Penyatuan Negara

Dokter Ahli Ungkap Kebiasaan Pagi yang Merusak Jantung
