4 Hari Dihajar Dolar AS, Rupiah Melemah Lagi Hari Ini

01 July 2020 12:37
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah lagi melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (1/7/2020) setelah membukukan pelemahan 4 hari beruntun. Sentimen pelaku pasar dan data ekonomi yang membaik masih belum mampu mengangkat kinerja rupiah.

Rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07%, tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah. Pelemahan semakin membengkak hingga 0,49% di Rp 14.250/US$ pada pukul 12:00 WIB, di pasar spot melansir data Refinitiv.

Sentimen pelaku pasar sedang bagus sejak kemarin setelah China merilis data sektor manufaktur. ISH Markit kemarin melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.

Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing. Sehingga harapan akan perekonomian bisa segera bangkit kembali muncul.

Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun.

Sementara pada hari ini, Caixin juga melaporkan PMI manufaktur China naik menjadi 51,2 dari sebelumnya 50,7.

Data tersebut tentunya memberikan harapan perekonomian global akan segera bangkit dan terhindar dari resesi, atau setidaknya tidak mengalami resesi panjang. Sentimen pelaku pasar menjadi membaik, dan bursa saham Asia menghijau sejak kemarin.

Saat sentimen pelaku pasar membaik rupiah seharusnya bisa menguat, tetapi nyatanya masih loyo, bahkan saat data ekonomi dari dalam negeri menunjukkan perbaikan.

IHS Markit mengumumkan PMI manufaktur Indonesia periode Juni 2020 berada di 39,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 28,6. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya kontraksi sementara di atasnya ekspansi.

"Angka PMI Juni menunjukkan bahwa pelemahan sektor manufaktur Indonesia agak mereda karena pelonggaran pembatasan sosial untuk mencegah penularan virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Dengan rencana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lebih lanjut, sentimen dunia usaha membaik," papar Bernard Aw, Principal Economist IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.

"Akan tetapi, jalan menuju pemulihan akan sangat menantang. Survei kami menunjukkan bahwa produksi dan permintaan sudah turun signifikan sehingga butuh waktu untuk mengembalikannya. Pabrik-pabrik juga masih mengurangi karyawan pada bulan lalu."

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi periode Juni 2020 sebesar 0,18% secara bulanan (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/YoY) menjadi 1,96%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median inflasi bulanan sebesar 0,025%. Sementara inflasi tahunan ada di 1,805%.

Kenaikan PMI manufaktur (meski masih berkontraksi), dan inflasi yang lebih tinggi dari konsensus bisa memberikan gambaran roda perekonomian yang perlahan kembali berputar. Tetapi sayangnya masih belum mampu mendongkrak kinerja rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular