
Naik 12% Lebih, Harga Emas Q2 Bakal Termoncer dalam 4 Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia melemah pada di perdagangan terakhir kuartal II (Q2) 2020, Selasa (30/6/2020). Meski demikian, logam mulia ini tetap akan mencatat kinerja kuartalan paling moncer dalam 4 tahun terakhir.
Pada pukul 18:25 WIB, emas melemah 0,13% ke US$ 1.769,46/troy ons di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sepanjang kuartal II-2020, hingga level saat ini, emas mencatat penguatan 12,63%, menjadi kenaikan terbesar sejak kuartal I-2016 saat menguat 16,12%.
Mengingat perdagangan belum berakhir, ada kemungkinan emas akan berbalik menguat atau melemah lebih dalam. Namun, besar peluang emas mencatat kinerja kuartalan termoncer sejak tahun 2016 pada kuartal ini.
Data ekonomi China menjadi salah satu penggerak pasar hari ini. Markit pagi ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6. PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.
Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing. Akibatnya, harapan perekonomian akan segera bangkit pun muncul lagi.
Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) dan setelah itu mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun.
Data tentunya memberikan harapan perekonomian global akan segera bangkit dan terhindar dari resesi, atau setidaknya tidak mengalami resesi panjang. Menyandang status safe haven, emas biasanya tertekan saat muncul optimisme perekonomian akan bangkit. Kali ini, emas diprediksi menguat kala perekonomian membaik.
"Pergerakan harga emas pekan depan (pekan ini) akan dipengaruhi oleh data ekonomi. Kabar bagus akan menjadi baik juga untuk emas," kata Bart Melek, kepala strategi global di TD Securities, sebagaimana dilansir Kitco Jumat (26/6/2020).
Sepanjang kuartal II-2020, virus corona yang menyebabkan perekonomian global menuju jurang resesi menjadi pemicu utama penguatan emas.
Risiko resesi tersebut membuat bank sentral di berbagai negara menggelontorkan stimulus moneter miliaran hingga triliunan dolar AS. Begitu juga dengan pemerintah yang menggelontorkan stimulus fiskal juga dengan nilai jumbo. Akibatnya, perekonomian banjir likuiditas yang menjadi "bensin" bagi emas untuk melaju.
Penguatan emas masih belum akan terhenti, mayoritas analis memprediksi emas akan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, bahkan jauh lebih tinggi.
Bank of Amerika (BofA) menargetkan emas mencapai US$ 2.000/US$ di kuartal III-2020, melewati rekor sebelumnya US$ 1.920/troy ons yang dicapai pada September 2011 lalu. Dalam 18 bulan ke depan, BofA memprediksi emas mencapai US$ 3.000/troy ons.
Yang paling ekstrem, emas diprediksi akan mencapai US$ 10.000/troy ons oleh Dan Olivier, pendiri Myrmikan Capital. Olivier melihat neraca (balance sheet) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sebagai faktor utama yang membawa harga emas terbang mengangkasa.
"The Fed, seperti yang ada ketahui, melakukan aksi pembelian aset uang masif akibat situasi yang disebabkan virus corona, oleh karena itu harga ekuilibrium emas juga naik dengan sepadan, harga emas yang seimbang dengan balance sheet The Fed kini sangat tinggi," kata Olivier, sebagaimana dilansir Kitco.
Sayangnya, Olivier tidak menyebutkan dalam rentang waktu berada lama emas akan mencapai level US$ 10.000/troy ons. "Perkiraan saya sudah berubah, saya sekarang melihat harga emas bisa ke US$ 10.000/troy ons," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Emas Makin "Berkilau"