China Kirim Kabar Baik, Rupiah kok Tembus ke Atas 14.200/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
30 June 2020 12:35
Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Selasa (30/6/2020). Padahal, China mengirim kabar baik ke pasar finansial yang seharusnya bisa membuat rupiah berjaya.

Saat pembukaan perdagangan rupiah stagnan di Rp 14.170/US$, kemudian menguat 0,14% ke Rp 14.150/US$. Tetapi tidak lama Mata Uang Garuda masuk ke zona merah. Pelemahan terus berlanjut hingga 0,49% di Rp 14.240/US$ pada pukul 12:00 WIB.

Mayoritas mata uang utama Asia sedang menguat melawan dolar AS hingga siang ini, tetapi rupiah tidak mampu mengikuti.

China menjadi headline pagi ini, rilis data sektor manufaktur perekonomian terbesar kedua di dunia tersebut membuat pelaku pasar ceria.

Markit pagi ini melaporkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Negeri Tiongkok bulan Juni naik menjadi 50,9 dari bulan sebelumnya 50,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di bawahnya berarti kontraksi dan di atasnya berarti ekspansi.

Dengan demikian, China masih mempertahankan bahkan menambah laju ekspansi di bulan Juni, meski virus corona sempat menyerang ibu kota Beijing. Sehingga harapan akan perekonomian bisa segera bangkit kembali muncul.

Sejak dilanda pandemi penyakit virus corona (Covid-19), sektor manufaktur China hanya mengalami kontraksi di bulan Februari (angka indeks sebesar 35,7) setelahnya, mencatat ekspansi dalam 4 bulan beruntun.

Data tersebut tentunya memberikan harapan perekonomian global akan segera bangkit dan terhindar dari resesi, atau setidaknya tidak mengalami resesi panjang.

Mood pelaku pasar membaik menyambut data tersebut, tetapi sepertinya belum mampu mengangkat sentimen terhadap rupiah.

Hasil survei Reuters pada pekan laku menunjukkan sentimen pelaku pasar kurang bagus terhadap rupiah. Rupiah kini mulai "dibuang" oleh investor dengan mengurangi posisi beli (long) rupiah dalam 2 pekan terakhir.

Survei dari Reuters tersebut menggunakan rentang -3 sampai 3. Angka positif berarti pelaku pasar mengambil posisi beli (long) terhadap dolar AS dan jual (short) terhadap rupiah, begitu juga sebaliknya.

Hasil survei terbaru yang dirilis Kamis (25/6/2020) lalu menunjukkan angka -0,05, memburuk dari rilis dua pekan sebelumnya -0,69. Angka -0,69 tersebut juga merupakan yang terendah sejak rilis survei 23 Januari lalu.

Di bulan Maret lalu, ketika rupiah mengalami gejolak hingga menyentuh level Rp 16.620/US$, terlemah sejak krisis moneter, hasil survei Reuters menunjukkan angka positif yang artinya investor mengambil posisi jual (short) rupiah.

Kini dengan angka minus yang semakin menipis menjadi -0,05, berarti investor mulai melepas posisi long rupiah setelah terus meningkat dalam satu bulan terakhir. Tidak hanya menipis, posisi tersebut sudah nyaris positif sehingga tekanan terhadap rupiah kembali besar.

Melihat penguatan rupiah pada periode April hingga awal Juni lalu yang lebih dari 15%, maka pelemahan rupiah belakangan ini masih bisa dikatakan wajar, apalagi masih ada risiko penyebaran virus corona gelombang kedua yang tidak diketahui seberapa parah, dan seberapa besar dampaknya ke perekonomian global.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular