
Baru 43% Emiten Rilis Lapkeu Q1-2020, Laba Ambles 19%

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja emiten-emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagaimana diprediksi sebelumnya memang tertekan seiring dengan dampak pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam tak hanya hampir semua industri, melainkan juga kehidupan masyarakat pada umumnya.
I Gede Nyoman Yetna, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, mengatakan belum semua emiten melaporkan kinerja pada kuartal I-2019. Apalagi dengan perpanjangan laporan keuangan hingga 2 bulan dari ketentuan awal karena pandemi Covid-19.
Dalam aturan normal sebelum keringanan ini berlaku, laporan keuangan Kuartal I (1Q atau per Maret) deadline yakni akhir April, sementara laporan keuangan kuartal II (1H atau per Juni) tenggatnya akhir Juli. Pada 20 Maret lalu, BEI kemudian memperpanjang tenggat dalam 2 bulan ke depan atau hingga Juni ini.
"Pertumbuhan laba emiten, kita lihat dengan adanya kondisi dinamis seperti ini. Dengan kondisi yang dinamis kita extend 2 bulan, masih ada argo [tenggat] akhir Juni, perusahaan tercatat bisa menyampaikan lapkeu," katanya dalam paparan virtual di Jakarta, Jumat (26/6/2020).
Dia mengatakan dari ratusan emiten yang tercatat atau tepatnya 692 perusahaan, baru 43% yang sudah menyampaikan laporan keuangan per Maret 2020. Jumlah itu artinya baru 297 emiten.
"Saat ini, 43% sudah menyampaikan laporan keuangan, dari revenue [pendapatan], growth [pertumbuhan] dibanding periode yang sama di 2019 ada tumbuh 1% revenue. Di sisi lain net income [laba bersih] turun 19,71%," katanya.
Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) sebelumnya juga menyoroti kinerja emiten. AEI menyatakan lebih dari 50 emiten mengalami kesulitan arus kas akibat pandemi virus Corona (Covid-19).
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia, Samsul Hidayat merinci ada beberapa sektor yang paling tertekan akibat dampak dari pandemi ini karena pendapatan turun signifikan. Emiten-emiten yang terdampak serius tersebut berasal dari industri perhotelan dan pariwisata, transportasi.
"Kalau kita lihat sudah pasti semester pertama growth perekonomian terjadi penurunan, karena memang terjadi perlambatan perekomomian, terutama beberapa sektor yang berkontribusi terhadap PDB tidak bergerak sama sekali," kata Samsul, saat dihubungi CNBC Indonesia melalui sambungan telepon, Senin (12/4/2020).
Samsul menambahkan, pandemi ini juga mendisrupsi bisnis di sektor otomotif. Dalam situasi saat ini masyarakat memilih tidak membeli kendaraan baru, justru banyak yang menjual.
Selain itu, tambah Samsul, sektor lain yang berpengaruh sangat signifikan adalah manufaktur karena banyak pabrik yang menghentikan operasionalnya. Lesunya penjualan produk dan kegiatan operasional di sektor manufaktur karena terhentinya operasional pabrik akibat PSBB.
Hal ini juga terlihat dari penurunan Purchasing Managers' Index Indonesia juga jatuh ke level terendahnya sejak 2011 pada angka 27,5. Padahal, sebulan sebelumnya, PMI masih di level 43,5. Tentunya, hal ini juga akan berdampak terhadap perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Selanjutnya yang juga akan terkena dampaknya adalah sektor konstruksi yang melambat, karena pemerintah akan mengalihkan kemampuan fiskalnya untuk menyelesaikan Covid-19 dan fokus memberikan bantuan bagi masyarakat terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) atau dirumahkan melalui pemberian bantuan sosial.
"Sektor keuangan juga akan terganggu, tetapi ini tidak bisa berhenti," ujar Samsul lagi.
Sementara itu, Menurut Wakil Ketua Umum AEI, Bobby Gafur Umar, sektor perkebunan kelapa sawit juga akan tertekan karena turunnya permintaan dari China dan gejolak harga komoditas. Hal yang sama juga berlaku bagi emiten di sektor minyak dan gas beserta turunannya karena harga minyak dunia yang berfluktasi akibat pandemi.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 10 Saham Ini Diserok Asing Sepekan, Punya Gak Sahamnya?