Resesi Hantui RI, Emiten di Bursa Sudah Mulai Was-was

Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
23 June 2020 17:22
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Jumat 28/2/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Jumat 28/2/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) mewaspadai mengenai kemungkinan perekonomian Indonesia akan terkoreksi cukup dalam di akhir tahun ini, bahkan bisa mengalami resesi atau terjadi perlambatan dan koreksi pertumbuhan ekonomi dalam dua kuartal beruntun.

Musababnya, pandemi Covid-19 menyebabkan aktivitas perekonomian baik skala kecil maupun korporasi besar harus terguncang dalam waktu bersamaan.

Wakil Ketua Umum AEI Bobby Gafur Umar tidak menampik banyak anggota dari emiten anggota AEI yang mengalami kesulitan arus kas karena pendapatan yang turun sangat drastis akibat kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Meski sudah mulai dilonggarkan melalui kebijakan transisi, hal ini tidak serta membuat perekonomian langsung pulih.

Dia memperkirakan, selama kasus positif harian terus bertambah dan belum menunjukkan penurunan serta ditemukannya vaksin virus Corona tipe baru, masih sulit rasanya ekonomi bisa kembali seperti sebelum pandemi. Terlihat dari aktivitas di pusat belanja yang masih sepi.

"Kita melihat masyarakat menahan belanja, orang tidak membeli motor, mobil. Ekonomi akhir tahun masih belum bisa diprediksi, tapi hasilnya tidak menggembirakan," tutur Bobby Gafur, saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa petang (23/6/2020).

Terkait potensi terjadinya resesi, kata Bobby, hal itu bisa dimungkinkan dapat terjadi. Sebab dari indikator yang ada, ekonomi di hampir semua negara, baik maju maupun berkembang nyaris turun cukup dalam, bahkan tumbuh negatif.

Hal ini sudah dirasakan, dampaknya dari aktivitas ekspor andalan Indonesia seperti minyak sawit mentah dan batu bara yang terkontraksi cukup dalam karena negara tujuan ekspor memberlakukan karantina wilayah.

"Resesi itu terjadi dari perlambatan ekonomi domestik dan global. Ekonomi global akan turun banyak, sementara lokal, pandemi masih belum mencapai puncaknya mengakibatkan recovery agak lebih lambat, dampak ekonomi lebih dalam, baru akan kelihatan di kuartal III-2020. Kalau tidak ada sinyal rebound, itu masuk resesi kita," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Energi, Minyak dan Gas ini.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi, ekonomi Indonesia akan menghadapi resesi teknikal. Meskipun sudah diterapkan PSBB transisi, namun bisa masyarakat tidak berbelanja, ekonomi Indonesia bisa jatuh ke jurang resesi.

Dalam proyeksi Kemenkeu, dengan adanya biaya penanganan Covid-19 yang mulai tersalurkan dan PSBB yang direlaksasi namun dengan dukungan belanja maka kuartal III dan IV PDB bisa tumbuh 1,4%.

"Tapi kalau dalam [dengan asumsi tidak berbelanja] bisa -1,6%. Itu technically bisa resesi. Kalau kuartal III negatif dan secara teknis Indonesia bisa masuk ke zona resesi," papar Sri Mulyani dalam perbincangannya dengan Komisi XI DPR, Senin (22/6/2020).

Skenario tersebut masuk ke dalam proyeksi Kemenkeu, di mana pada kuartal III dan IV PDB akan tumbuh 1,4% sampai negatif 1,6%. "Sementara outlook seluruh tahun -0,14 sampai positif 1 persen," ucap bendahara negara itu.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 10 Saham Ini Diserok Asing Sepekan, Punya Gak Sahamnya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular