Cemas Gara-gara Resesi, IHSG Anjlok Hampir 1%

trp, CNBC Indonesia
23 June 2020 15:25
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (23/6/20) ditutup anjlok 0,81% ke level 4.879,13.

Data perdagangan mencatat, investor asing kembali melakukan aksi jual bersih sebanyak Rp 508 miliar di pasar reguler hari ini dengan nilai transaksi hari ini menyentuh Rp 6,5 triliun.

Saham yang paling banyak dilepas asing hari ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dengan jual bersih sebesar Rp 255 miliar dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang mencatatkan net sell sebesar Rp 116 miliar.

Sementara itu bursa di kawasan Asia terpantau mayoritas hijau, Hang Seng Index di Bursa Hong Kong naik sebesar 1,62%, Nikkei di Jepang terapresiasi sebesar 0,50%, sedangkan STI Singapore juga terbang 0,28%.

Dari bursa saham New York kemarin (22/6/20), tiga indeks utama ditutup hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,59% menjadi 26.024,96, S&P 500 bertambah 0,65% ke 3.117,86, dan Nasdaq Composite menanjak 1,11% ke posisi 10.056,475. Nasdaq mencatat rekor tertinggi sepanjang masa. Sementara itu indeks kontrak berjangka Dow Futures terpantau naik 0,80%.

Sebagaimana diberitakan CNBC International, Penasihat Perdagangan Gedung Putih Peter Navarro menyatakan bahwa nasib perjanjian dagang AS-China sudah berakhir. Pernyataan ini pun memperburuk sentimen pasar dan membuyarkan ekspektasi bahwa perang dagang bakal segera berakhir, terutama di tengah pandemi.

"Sudah selesai. Mereka mengirimkan ratusan orang ke negara ini untuk menyebarkan virus. Beberapa menit setelah pesawat mereka lepas landas untuk kembali ke negaranya, saat itulah kami mulai mendengar soal pandemi ini," tegas Navarro.

Meski demikian Presiden AS Donald Trump mengoreksi pernyataan Navaro dan mengatakan bahwa kesepakatan yang sudah dicapai masih "dipertahankan secara penuh" dan berharap China juga tetap dapat memegang janjinya.

Meski investor khawatir akan second wave outbreak virus corona, tetapi sejumlah data ekonomi terlalu sayang untuk diabaikan begitu saja. Sebab, ada sinyal aktivitas ekonomi mulai bangkit dari keterpurukan.

National Activity Index terbitan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Chicago pada Mei tercatat sebesar 2,61. Melonjak tajam dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang sebesar -17,89 dan sekaligus menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.

Kemudian dari Eropa, pembacaan awal Indeks Keyakinan Konsumen Zona Euro menunjukkan angka -14,7. Masih minus, tetapi membaik ketimbang bulan sebelumnya yang -18,8. Setelah menyentuh titik nadir -22,7 pada April, IKK Zona Euro terus membaik.

"Investor coba melakukan kalibrasi antara peningkatan kasus corona dan data ekonomi yang membaik. Hasilnya, mungkin akan ada pengetatan sosial distancing, atau reclosing, tetapi parsial saja," kata Art Hogan, Strategist di National Securities, seperti dikutip dari Reuters.

Penutupan parsial atau mini-lockdown adalah pemberlakuan social distancing hanya di daerah lingkup tertentu yang mencatatkan penambahan kasus corona dalam jumlah signifikan. Contohnya di Beijing, kala muncul kluster penyebaran baru dari sebuah pasar tradisional, hanya 11 kawasan yang diberlakukan lockdown dengan penjagaan ketat aparat selama 24 jam. Tidak seluruh Kota Beijing yang 'dikunci'.

Langkah ini diharapkan mampu mempersempit ruang gerak virus corona hanya di zona merah, sehingga penanganan bisa lebih fokus. Sementara di daerah lain, aktivitas masyarakat tetap berjalan sehingga roda ekonomi terus berputar. Dengan demikian, harapan pemulihan ekonomi tetap terjaga walau tidak setinggi sebelumnya.

Sedangkan dari dalam negeri, pada kuartal II-2020, pemerintah sudah memberi prakiraan bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kontraksi -3,1%.

Awalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa ekonomi akan kembali tumbuh positif pada kuartal III-2020 meski hanya mendekati 0%. Dengan begitu, Indonesia bisa terhindar dari resesi karena kontraksi tidak terjadi pada dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.

Namun terjadi dinamika, dan pemerintah keluar dengan 'ramalan' terbaru. Sri Mulyani menyebutkan sebenarnya ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 1,4% pada kuartal III dan IV, dengan syarat belanja negara terserap dengan baik dan PSBB terus direlaksasi.

"Kalau tidak, maka (pertumbuhan ekonomi kuartal III-2020) bisa -1,6%. Itu technically resesi. Kalau kuartal III negatif, secara teknis Indonesia bisa masuk ke zona resesi," ungkap Sri Mulyani.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(trp/trp)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pasca libur Lebaran, IHSG Rontok 4,42% ke Bawah 7.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular