Analisis Teknikal

Kabar Buruk dari Australia & Jerman, Rupiah Jauhi 14.000/US$?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 June 2020 08:16
Warga melintas di depan toko penukaran uang di Kawasan Blok M, Jakarta, Jumat (20/7). di tempat penukaran uang ini dollar ditransaksikan di Rp 14.550. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan penutupan perdagangan kemarin. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berakhir melemah 0,29% ke Rp 14.050/US$ pada perdagangan Jumat (19/6/2020) lalu, bahkan sempat spike (melemah tajam dalam waktu singkat, sebelum kembali ke posisi awal) 1,32% ke Rp 14.195/US$.

Pergerakan tersebut menunjukkan rupiah mulai kehabisan "bensin", dan sangat rentan mengalami pelemahan.

Secara teknikal, rupiah berada dalam fase konsolidasi dalam dua pekan lalu, dan kembali berada di atas level psikologis Rp 14.000/US$. Fase konsolidasi semakin terlihat setelah di awal pekan rupiah membentuk pola Doji.

Posisi pembukaan pasar dan penutupan pasar Senin (15/6/2020) sama di Rp 14.050/US$, dan membentuk ekor (tail) yang hampir seimbang ke atas dan bawah. Secara teknikal, rupiah disebut membentuk pola Doji, dan berarti pasar sedang ragu kemana arah pasar selanjutnya.

Terbukti, setelah membentuk Doji, rupiah tidak banyak banyak bergerak, sebelum mengalami spike Jumat lalu.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Tekanan terhadap rupiah sebenarnya sudah mulai berkurang melihat indikator stochastic pada grafik sudah keluar dari wilayah jenuh jual (oversold).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah oversold (di bawah 20), maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik naik. Dalam hal ini, USD/IDR berpeluang naik, yang artinya dolar AS berpeluang menguat setelah stochastic mencapai oversold.

Level psikologis Rp 14.000/US$ menjadi kunci pergerakan hari ini, selama tertahan di atasnya, rupiah berisiko melemah ke Rp 14.150/US$ sampai Rp 14.300/US$.

Sebaliknya jika mampu kembali dijebol, rupiah berpeluang menguat ke Rp 13.920/US$. 

Sementara untuk jangka lebih panjang, peluang rupiah ke Rp 13.565/US$ yang merupakan Fibonnaci Retracement 100% masih terbuka, selama bertahan di bawah Rp 14.730/US$ (Fibonnaci Retracement 61,8%).

Fibonnaci Retracement tersebut ditarik dari level bawah 24 Januari (Rp 13.565/US$) lalu, hingga ke posisi tertinggi intraday 23 Maret (Rp 16.620/US$).


Secara fundamental, risiko penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua bisa memberikan dampak negatif bagi pergerakan rupiah pada hari ini, Senin (22/6/2020).

Setelah Beijing dan AS, kini Australia dan Jerman turut menunjukkan risiko gelombang kedua Covid-19.

Di Negara Bagian Victoria di Australia, Minggu kemarin terjadi 19 kasus baru sehingga penambahan pasien positif corona sebanyak dua digit telah terjadi selama lima hari beruntun.

Oleh karena itu, pemerintah Negara Bagian Victoria memperpanjang masa tanggap darurat sampai 19 Juli. Satu rumah tangga maksimal hanya boleh menampung lima orang dan pertemuan di luar ruangan dibatasi paling banyak 10 orang. Padahal sebelumnya pemerintah telah memberi kelonggaran dengan memperbolehkan 20 orang berkumpul di luar ruangan.

Kemudian dari Jerman, tingkat reproduksi (Rt) Covid-19 pada hari Minggu naik menjadi 2,88 dari sebelumnya 1,79. Artinya 1 orang yang terinfeksi Covid-19 dapat menularkan ke 2,88 orang, atau dari 100 orang dapat menularkan ke 288 orang.

Risiko gelombang kedua Covid-19 tersebut dapat memperburuk sentimen pelaku pasar dan menekan rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular