Ada Risiko Gelombang Kedua Corona, Harga Minyak Malah Naik 9%

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 June 2020 06:42
Ilustrasi: Minyak mengalir keluar dari semburan dari sumur 1859 asli Edwin Drake yang meluncurkan industri perminyakan modern di Museum dan Taman Drake Well di Titusville, Pennsylvania AS, 5 Oktober 2017. REUTERS / Brendan McDermid / File Foto
Ilustrasi Minyak Mentah (REUTERS/Brendan McDermid)

Namun mengapa yang terjadi malah sebaliknya? Mengapa harga malah naik signifikan?

Setidaknya ada dua jawaban. Pertama adalah semakin banyak negara yang mematuhi kesepakatan OPEC+ untuk menurunkan produksi minyak. Irak dan Kazakhstan sudah berkomitmen untuk mengurangi produksi mereka.

Survei Reuters menyebutkan, produksi minyak negara-negara OPEC pada Mei diperkirakan 24,77 juta barel/hari. Turun 19,26% dibandingkan bulan sebelumnya.

Dengan semakin tingginya kepatuhan terhadap kesepakatan untuk memangkas produksi hingga 9,7 juta barel/hari, maka ke depan pasokan minyak di pasar dunia bakal menipis. Minimnya pasokan menjadi penggerak kenaikan harga.

Kedua adalah proyeksi produksi minyak AS bakal berkurang. Pertanda ke arah sana sudah terlihat, yaitu rig minyak di AS pada pekan berjumlah 189. Ini adalah rekor terendah sejak 2009.

AS adalah produsen minyak terbesar dunia meski bukan anggota OPEC maupun OPEC+ karena produksi minyak di Negeri Adidaya lebih banyak dipakai untuk memenuhi kebutuhan domestik. Namun tetap saja perkembangan pasokan dari sana akan mempengaruhi harga dunia.

Dua faktor ini sudah cukup untuk mendongrak harga minyak. Meski ada kemungkinan permintaan turun akibat pandemi virus corona, tetapi penurunan pasokan sepertinya bisa mengimbangi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular