
Stok Minyak AS Luber, Harga Minyak Melorot 2% Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah ambles lagi pada perdagangan pagi waktu Asia hari ini usai tembus US$ 40/barel. Meski ada tanda ekonomi Amerika Serikat (AS) mulai bangkit, tetapi permintaan minyak yang masih rendah jadi faktor penghambat naiknya harga minyak.
Rabu (17/6/2020) harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai ditransaksikan melorot lebih dari 1%. Pada 08.35 WIB, harga minyak berjangka Brent turun 1,64% ke US$ 40,3/barel. Di saat yang sama, harga minyak mentah berjangka acuan AS yakni West Texas Intermediate (WTI) turun lebih dalam sebesar 2,08% ke US$ 37,58/barel.
Semalam data penjualan ritel AS bulan Mei cukup mengejutkan pelaku pasar. Penjualan ritel di AS tercatat tumbuh 17,7% dari bulan April. Angka ini jauh lebih tinggi dari perkiraan yang hanya memprediksi naik 7,7% saja.
Kabar gembira ini direspons positif oleh pelaku pasar. Tak hanya bursa saham saja yang menguat, harga minyak mentah juga melesat hingga 3% kemarin. Kenaikan harga minyak yang tinggi mampu membuat harga emas hitam (Brent) berhasil ke level US$ 40/barel lagi.
Namun di tengah euforia yang terjadi, terselip kabar kurang mengenakkan yang juga datang dari AS. Asosiasi industri minyak Negeri Adidaya (API) melaporkan stok minyak mentah AS mengalami kenaikan sebesar 3,9 juta barel, jauh lebih tinggi dari estimasi analis yang memperkirakan turun 152 ribu barel.
Pelaku pasar kini menanti rilis data resmi dari pemerintah (EIA) yang dijadwalkan Rabu malam ini.
Persediaan minyak distilat AS juga meningkat 919 ribu barel dan stok bensin bertambah 4,3 juta barel. Data ini pada akhirnya menjadi sentimen negatif yang membuat harga minyak mentah terkoreksi pagi ini.
Selain itu pasar juga masih diliputi dengan risiko gelombang kedua wabah. Kasus infeksi baru di AS dan China kembali dilaporkan meningkat. Dalam lima hari terakhir, Beijing melaporkan lebih dari 100 kasus baru dilaporkan di kota tersebut.
Pemerintah kembali menutup sekolah dan mengimbau masyarakatnya untuk tak bepergian ke luar kota kecuali untuk hal-hal yang sifatnya mendesak. Jika lonjakan kasus terus terjadi dan makin tereskalasi dari segi angka dan wilayah sehingga lockdown kembali diterapkan, maka permintaan minyak akan tertekan.
Untuk menopang harga para produsen minyak global seperti Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ sepakat untuk memperpanjang periode pemangkasan output sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) hingga Juli nanti.
Dalam laporan bulanannya yang terbaru, International Energy Agency (IEA) memperkirakan permintaan minyak global akan mencapai 91,7 juta bpd pada 2020 naik 500 ribu bpd dari perkiraan sebelumnya di bulan Mei.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Meski Turun, Harga 'Emas Hitam' Masih di Atas US$ 40/barel
