Solusi Inovatif Bank Mandiri Kala Pandemi: Go Digital!

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
16 June 2020 14:13
Infografis/bedah kinerja Bank Mandiri kuartal 1/Aristya Rahadian Krisabella
Foto: Infografis/bedah kinerja Bank Mandiri kuartal 1/Aristya Rahadian Krisabella

Jakarta, CNBC Indonesia - Protokol kesehatan di tengah krisis Covid-19 benar-benar mengubah perilaku konsumen, dengan munculnya kebutuhan layanan dengan kontak antar-individu yang minimal. PT Bank Mandiri Tbk pun mempercepat program digitalisasi perbankan.

Bank BUMN beraset Rp 1.320 triliun ini membuktikan bahwa pandemi corona memicu gelombang perpindahan masyarakat dalam mengakses layanan perbankan mereka. Aplikasi Mandiri Online, salah satu layanan digital unggulan Bank Mandiri, hingga Maret 2020 mencatatkan pengguna aktif lebih dari 3,6 juta pengguna.

Harap dicatat, ini merupakan pengguna aktif yang tidak hanya memasang layanan tersebut di gadget mereka, melainkan juga aktif menggunakannya. Angka tersebut tumbuh 62% dibanding periode yang sama tahun lalu. Jika ditotal, nilai transaksinya Rp229,5 triliun.

Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar menilai layanan digital bakal menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan Bank Mandiri secara berkelanjutan, sehingga pihaknya berkomitmen menjaga pertumbuhan bisnis secara berkelanjutan dan memberikan nilai tambah lebih baik bagi pemegang saham.

"Untuk itu, kami focus untuk mengantisipasi masa depan dimana salah satunya adalah mengembangkan solusi perbankan digital seiring dengan perubahan perilaku konsumen yang cenderung beralih ke channel digital," tutur Royke.

Tahun ini, Bank Mandiri memperkenalkan layanan Online Onboarding yang memungkinkan masyarakat tidak perlu ke kantor cabang atau membelanjakan data untuk mengunduh aplikasi pembukaan rekening, melainkan cukup mengakses link join.bankmandiri.co.id melalui ponsel atau melakukan scan QR.

Ke depan, Bank Mandiri sudah mempersiapkan berbagai strategi, baik di segmen wholesale, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) maupun untuk menjadi modern digital bank sebagai langkah antisipasi dalam menghadapi kompetisi yang semakin tak berbatas.

Fokus Royke dan Bank Mandiri untuk menyeriusi layanan digital menurut catatan Tim Riset CNBC Indonesia memiliki dasar yang kuat, jika mengacu pada tren yang sudah berkembang di negara maju, seperti Amerika Serikat (AS).

Laporan berjudul "FICO Digital Banking Study: Customer Experience and Fraud Protection" yang baru dirilis pada Juni 2020, firma riset dan analisis keuangan yang berbasis di California, menunjukkan bahwa masyarakat makin berminat membuka akun perbankan digital

"Jika melihat persentase, mereka yang akan membuka rekening bank digital, berdasarkan kelompok umur, persepsi bahwa mereka yang berusia lebih muda lebih condong ke digital bisa jadi tidak akurat," tulis Sarah Rutherford dalam laporan tersebut.

Menurut temuan FICO, semua konsumen di negara yang disurvei -kecuali AS- justru kaum muda (18-24 tahun) yang paling kurang siap membuka akun digital. Justru, mayoritas responden berusia di atas 55 tahun menyatakan siap membuka rekening digital.

ficoSumber: FICO

Dalam analisisnya, FICO menilai hal ini terjadi karena konsumen berusia muda cenderung tak siap membuka rekening digital karena minimnya pengalaman finansial yang mereka temukan dalam hidup sehari-hari sehingga memerlukan bantuan teknis yang bersifat manual.

Laporan tersebut merupakan simpulan dari survey terhadap 5.000 orang konsumen perbankan di sepuluh negara, yakni Brazil, Kanada, Jerman, Malaysia, Meksiko, Filipina, Swedia, Inggris, dan AS.

Dalam laporan terpisah, berjudul "Outlook 2020: Industry Trends and The Challenges Ahead" yang dirilis pada April 2020, Bancography menilai virus corona memberikan dua pelajaran penting terhadap pelaku industri jasa keuangan dan perbankan.

Pertama, pendapatan perbankan menurun akibat turunnya permintaan kredit dan perlambatan ekonomi, sehingga bank dan lembaga pembiayaan dipaksa untuk menjaga profitabilitas dengan mengurangi beban operasional. Pengurangan jaringan kantor menjadi jawaban.

Kedua, Covid-19 mengajari masyarakat untuk lebih menekuni migrasi layanan keuangan ke kanal digital. Sekalipun virus telah tertangani, preferensi penggunaan kantor kembali ke level sebelum krisis kemungkinan bakal menurun.

"Anggap saja krisis Covid-19 mengubah peralihan gradual (dari kantor cabang ke layanan mobile) menjadi peralihan yang tiba-tiba dan akut. Dalam kasus ini, para bankir perlu mempercepat pengurangan kantor cabang," tulis Bancography, dalam simpulan laporannya.

Perlunya perbankan menggenjot layanan digital kian relevan jika kita bicara mengenai financial tehnology (fintech), yang menurut lembaga riset global Mckinsey (dalam laporan Panorama Fintech) memperkirakan bisa mengurangi pendapatan bank hingga 40% pada 1 dekade nanti.

Namun, McKinsey mengingatkan tantangan bagi perbankan untuk menggarap layanan yang selama ini digarap fintech, yakni terkait dengan kemampuan organisasi dan keahlian, serta komitmen untuk berinvestasi di lini teknologi. Belum lagi bicara regulasi, yang belum ideal.

Proyeksi Bancography tersebut bisa jadi benar. Di tengah gelombang pandemi Covid-19, Bank Mandiri masih menunjukkan kinerja sehat pada triwulan I-2020. Namun, perseroan mengakui dampak pandemic baru akan terlihat pada pencapaian kinerja triwulan II-2020.

Hingga Maret 2020, Bank Mandiri mampu membukukan laba bersih Rp7,92 triliun, tumbuh 9,44% dibanding Maret 2019 senilai Rp7,23 triliun. Pertumbuhan pendapatan berbasis biaya menjadi pendorong utama dengan capaian Rp7,74 triliun, tumbuh 23,95% secara tahunan.

Kenaikan laba juga didorong oleh pertumbuhan kredit konsolidasi sebesar 14,2%, dari Rp790,5 triliun pada Maret 2019 menjadi Rp902,7 triliun, dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross di level 2,36%.

Di tengah tantangan pendemi, Bank Mandiri berusaha menjaga kecukupan likuiditas, termasuk menerbitkan obligasi rupiah senilai Rp1 triliun dan emisi obligasi dalam dolar AS (global bonds) senilai US$500 juta, serta meningkatkan pengumpulan dana murah.

Kepada nasabahnya, Bank Mandiri berupaya merestrukturisasi debitur yang terdampak Covid-19. Hingga 29 Mei, restrukturisasi diberikan pada 323.617 debitur senilai total Rp60,8 triliun atau 8% dari total kredit Bank Mandiri.

Sebagian besar dari itu merupakan pelaku Ùsaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan ritel. Menurut data perseroan, debitur segmen UMKM porsinya mencapai 72% dari total debitur yang menjalani restrukturisasi. Nilai pinjaman mereka mencapai Rp25,6 triliun.

Skema tersebut mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 11/POJ.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai Kebijakan Countercyclical di tengah pandemi COVID-19.

"Saat ini kami terus berupaya menjaga kualitas aset dan bisnis karena pandemi ini sangat berpotensi memberikan dampak bagi bisnis perseroan... Kami terus memonitor perkembangan perekonomian nasional maupun global untuk menentukan langkah-langkah berikutnya," ujar Royke.

Sebagaimana ditekankan dalam riset Bancography, Bank Mandiri memahami betul dampak efek Covid-19 sehingga mereka berusaha melakukan restrukturisasi dan efisiensi, sembari mempercepat migrasi ke bank digital.

TIM RISET CNBC INDNESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular