
Rupiah Kuat Hadapi "Gempuran" Covid-19 Gelombang II

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (15/6/2020), tetapi pergerakannya cenderung tipis. Risiko gelombang kedua penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19), menjadi perhatian pelaku pasar pada hari ini.
Rupiah mengawali perdagangan dengan stagnan di Rp 14.050/US$ pada hari ini, setelahnya sempat menguat ke 0,21% ke Rp 14.020/US$, sekaligus menjadi level terkuat intraday. Setelahnya rupiah mengendur dan berbalik melemah 0,07% ke Rp 14.060/US$. Tetapi di akhir perdagangan, rupiah kembali stagnan.
Meski demikian, kinerja rupiah cukup bagus dibandingkan mata uang utama Asia hari ini. selain rupee India yang menguat tipis, nyaris semua mata uang utama Asia melemah melawan dolar AS pada hari ini.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:06 WIB.
China kini menghadapi gelombang kedua penyebaran Covid-19 setelah sebelumnya sudah sukses diredam. Jika sebelumnya kota Wuhan, asal virus corona, menjadi pusat penyebaran, kini Beijing mencatat jumlah kasus terbanyak. Kluster baru penyebaran virus corona diduga berasal dari sebuah pasar tradisional, Xinfadi, yang juga pasar terbesar di ibukota China tersebut.
Sejak pertama kali ditemukan pasien positif pada Jumat (12/6/2020) lalu, jumlah kasus positif di Beijing kini mencapai 79 orang.
Akibat penyebaran baru tersebut, Perdana Menteri China Sun Chunlan mendesak para pejabat untuk mengambil langkah-langkah tegas.
"Infeksi kluster yang terkait erat dengan Pasar Xinfadi, yang padat penduduk dan sangat mobile, memiliki risiko penyebaran yang sangat tinggi," katanya lagi jelas Sun Chunlan pada sebuah pertemuan sebagaimana ditulis Global Times, dikutip Senin (15/6/2020).
"Pasar Xinfadi dan daerah sekitarnya harus dijadikan prioritas dalam melakukan investigasi epidemiologi dan melakukan penelusuran sumber yang mendalam dan komprehensif."
Ia juga menjelaskan bahwa wabah Covid-19 Beijing telah meluas ke tiga provinsi. Ketiga provinsi yang telah melaporkan kasus Covid-19 dan diduga terhubung ke Beijing adalah Liaoning di China Timur Laut, Hebei di China Utara, dan Sichuan di China Barat Daya.
Di AS, kecemasan yang sama juga terjadi. US Centers of Disease Control and Prevention melaporkan, jumlah pasien positif corona di Negeri Adidaya per 13 Juni adalah 2.038.344 orang. Bertambah 22.317 orang dibandingkan posisi hari sebelumnya dan merupakan kenaikan harian tertinggi sejak 7 Juni.
Alhasil, pelaku pasar kembali berhati-hati mengalirkan modal ke negara-negara emerging market, dan lebih memilih bermain di aset safe haven seperti dolar AS. Mata uang Asia pun berguguran pada hari ini, tetapi rupiah cukup bagus dengan berakhir stagnan.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada bulan Mei neraca dagang Indonesia mengalami surplus US$ 2,09 miliar. Surplus tersebut terjadi akibat kemerosotan impor yang lebih tajam ketimbang ekspor.
Nilai impor pada bulan mencapai US$ 8,44 miliar. Nilai impor ini anjlok hingga 42,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau secara year-on-year (YoY). Kontraksi ekspor tersebut menjadi yang terdalam sejak tahun 2009.
Sementara, pada periode yang sama nilai ekspor mencapai US$ 10,53 miliar atau turun 28,95% YoY. Penyebabnya ekspor migas turun 42,74% dan ekspor non migas turun 27,81%.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan ekspor terkontraksi 19,015%. Sementara impor turun lebih dalam yaitu -24,55% sehingga neraca perdagangan diproyeksi surplus US$ 405,85 juta.
Kontraksi ekspor dan impor yang dalam tersebut bukan kabar bagus, malah menunjukkan penurunan tajam aktivitas ekonomi.
Tetapi di sisi lain, surplus yang dicapai dapat semakin memperbaiki defisit transaksi berjalan (current asccount deficit/CAD) di kuartal II-2020.
Pada 20 Mei lalu, Bank Indonesia (BI) lalu melaporkan CAD di kuartal I-2020 setara dengan 1,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Membaik dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 2,8% PDB. Defisit tersebut merupakan yang terendah sejak kuartal II-2017.
Transaksi Berjalan menjadi faktor penting dalam mendikte laju rupiah lantaran arus devisa yang mengalir dari pos ini cenderung lebih stabil, berbeda dengan pos transaksi finansial, komponen Neraca Pembayaran Indonesia lainnya, yang pergerakannya begitu fluktuatif karena berisikan aliran modal dari investasi portfolio atau yang biasa disebut sebagai hot money.
Akibat CAD yang besar, pergerakan rupiah menjadi sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa.
Ketika CAD menurun maka pasokan devisa di perekonomian nasional semakin membaik, dan amunisi BI untuk menstabilkan rupiah menjadi lebih besar. Hal itu bisa memberikan kepercayaan bagi pelaku pasar terhadap stabilitas nilai tukar rupiah, dan tentunya lebih merasa nyaman berinvestasi di Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONSESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia
