Internasional

Para Investor Ini Cuan Gede saat Saham Rebound, Siapa Mereka?

tahir saleh, CNBC Indonesia
15 June 2020 07:15
FILE - In this March 18, 2020, file photo traders at the New York Stock Exchange watch President Donald Trump's televised White House news conference in New York. When President Donald Trump speaks, financial markets gyrate and quiver in real time. (AP Photo/Mark Lennihan, File)
Foto: Bursa Amerika (AP/Mark Lennihan)

Jakarta, CNBC IndonesiaPasar saham membuktikan diri sebagai salah satu instrumen investasi yang bisa kebal terhadap dampak ekonomi dari pandemi virus Covid-19. Faktanya, pasar saham, salah satunya di bursa Wall Street AS, mampu mencetak penguatan terbesar dalam sejarah bahkan terjadi ketika banyak rumah tangga Amerika Serikat (AS) kehilangan pekerjaan karena virus ini.

Namun fakta bahwa pasar modal AS kurang terkena dampak kondisi ekonomi yang dialami sebagian besar warga AS akan bisa dimaklumi dengan penelitian yang baru-baru ini diungkapkan bahwa mayoritas investor di Wall Street AS memang berasal dari kaum kaya.

Edward N. Wolff, seorang profesor ekonomi di New York University dan penulis buku A Century of Wealth di Amerika Serikat (AS), mengemukakan penelitiannya, bahwa lebih dari 80% investor saham AS ternyata dikuasai oleh 10% rumah tangga kaya di AS.

"Sebagian besar saham dipegang oleh orang kaya, yang sedang dan bisa menghadapi pandemi Covid-19 dengan baik," kata Wolff, dilansir CNBC International, Senin (15/6/2020).

"Mereka [investor kaya ini] akan terus menabung dan menginvestasikan uang mereka di pasar saham, yang akan meningkatkan nilai saham mereka."

Di sisi lain, banyak warga Amerika mulai terdampak, secara finansial terkena imbas oleh Covid-19. Wolff mengungkapkan fakta yang terjadi pada krisis keuangan 2008: antara 2007 dan 2010, kekayaan bersih rumah tangga AS rata-rata ambles lebih dari 40%, menurut perhitungan Wolff. "Dan itu masih belum pulih [hingga saat ini]," katanya.

Dia mengungkapkan, rata-rata rumah tangga AS memiliki kekayaan bersih US$ 78.000 pada 2016 atau sekitar Rp 1,09 miliar (asumsi kurs Rp 14.000/US$). Jumlah itu turun dari US$ 119.000 atau Rp 1,67 miliar pada 2007.

Wolf menegaskan resesi akibat coronavirus ini akan memicu jatuhnya tingkat kekayaan keluarga kelas menengah AS, sementara orang kaya semakin kaya.

Disebut kian kaya karena para 'richest' ini membenamkan sebagian besar uang mereka di pasar saham, salah satu instrumen paling tokcer untuk mengakumulasi nilai kekayaan di AS. Data Morningstar Direct mengungkapkan investasi US$ 100.000 atau Rp 1,4 miliar di Indeks S&P 500 (indeks saham S&P) pada akhir 2007 akan bernilai sekitar US$ 265.000 hari ini atau Rp 3,71 milliar.

Sebagai informasi, ekonomi AS sebelumnya sudah disebut memasuki resesi pada Februari 2019, ketika pandemi corona mulai masuk ke negeri itu. Hal ini diutarakan sebuah grup ekonom pada Senin (8/6/2020), bernama National Bureau of Economic Research (NBER).

Para ekonom mengatakan lapangan kerja, pendapatan dan pengeluaran di AS memuncak pada Februari. Namun kemudian turun tajam setelah wabah virus corona (Covid-19) datang. Ini yang menjadi alasan mereka menyatakan bahwa AS sudah resesi.

"Efek yang tidak terduga dari penurunan lapangan kerja dan produksi, serta dampaknya ke seluruh perekonomian, menunjukkan episode ini sebagai sebuah resesi," kata mereka sebagaimana dikutip dari AFP, Selasa (9/6/2020).

Data ekonomi pemerintah menunjukkan ekonomi berkontraksi 4,8% di kuartal pertama 2020. Meskipun penutupan wilayah (lockdown) dalam sekala nasional belum terjadi hingga dua minggu terakhir periode itu. Ekonomi AS pada kuartal I-2020 tercatat mengalami kontraksi dan minus 4,8%. Tak hanya AS, ekonomi China di kuartal I-2020 juga tercatat minus 6,4%.

Para orang kaya

Pusat Penelitian Pensiun di Boston College, atau Center for Retirement Research Boston College, mengungkapkan, berdasarkan data 2016, hanya sekitar 40% rumah tangga AS dengan pendapatan antara US$ 22.000 dan US$ 49.000 (Rp 308 juta-686 juta) per tahun memiliki uang untuk diinvestasikan di pasar saham.

Sekitar 60% rumah tangga AS dengan penghasilan antara US$ 50.000 dan US$ 90.000 (Rp 700-1,26 miliar) setahun yang berinvestasi di saham.

Di antara mereka ada yang menghasilkan pendapatan lebih dari US$ 90.000 setahun, dan hampir 90% diinvestasikan di pasar saham.

Selain itu, fakta lain yang diungkapkan Boston College, bahwa lebih dari 90% rumah tangga di Amerika dengan kekayaan bersih lebih dari US$ 580.000 atau Rp 8,12 miliar memiliki investasi saham sendiri.

Sebagai perbandingan, di antara rumah tangga AS dengan kekayaan bersih di bawah US$ 16.000 atau Rp 224 juta, hanya 8% yang memiliki saham.

Rumah tangga kulit putih

Ketidakseimbangan rasial dalam kepemilikan saham juga sangat mencolok. Lebih dari 57% rumah tangga kulit putih memiliki saham, dibandingkan dengan 30% rumah tangga kulit hitam, menurut para peneliti di Boston College.

Wolf mengemukakan, rata-rata rumah tangga kulit putih di AS memiliki sekitar US$ 230.000 atau Rp 3,22 miliar dalam persediaan dana mereka untuk diinvestasikan, dibandingkan dengan rumah tangga kulit hitam yakni sekitar US$ 17.000 atau Rp 238 juta.

Sementara itu, khusus untuk kaum Hispanik (orang AS keturunan berbahasa Spanyol) hanya sedikit, dari 1 dari 4 rumah tangga Hispanik AS yang bisa mengalokasikan dananya ke pasar saham.


(tas/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Paradoks! Pasar Saham AS Pulih, Pengangguran Rekor 20 Juta

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular