Inilah Sederet Sentimen Penggerak Pasar Pekan Depan, Simak!

Haryanto, CNBC Indonesia
14 June 2020 18:20
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia, Kamis 26/3/2020 (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi IHSG di Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air sepekan ini tertekan di tengah kekhawatiran prospek ekonomi dunia akibat lonjakan jumlah kasus terinfeksi Covid-19. Hal itu dinilai bisa membahayakan proses pemulihan ekonomi setelah dibukanya kembali aktivitas bisnis di sejumlah negara.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada sepekan ini melemah 1,36% ke level 4.880,36 jika dibandingkan dengan posisi akhir pekan lalu di level 4.947,78.

Di sisi lain, pasar obligasi juga tertekan selama sepekan yang terlihat dari kenaikan imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun yang menjadi acuan (benchmark) di pasar. Imbal hasil surat utang seri FR0082 tersebut naik 1,84 persen poin menjadi 7,2%.

Imbal hasil bergerak berkebalikan dari harga obligasi, sehingga kenaikan imbal hasil tersebut mengindikasikan koreksi harga.

Sementara pekan ini, rupiah menghadapi kenyataan harus terkoreksi sebesar 1,55% secara mingguan ke level Rp 14.065 per dolar AS, setelah pekan lalu menguat 4,97% ke Rp 13.850/US$.

Sentimen negatif sepekan kemarin terjadi setelah Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memberikan proyeksi ekonomi yang suram di tengah kenaikan jumlah pasien Covid-19 pascapelonggaran karantina wilayah (lockdown).

Data Johns Hopkins University menunjukkan angka pengidap virus corona (strain terbaru) meningkat di beberapa negara bagian seperti Arizona, South Carolina dan Texas. Secara total, pengidap Covid-19 di AS mencapai lebih dari 2 juta, dengan 100.000 orang lebih meninggal.

Sebagaimana dilaporkan AP, Texas mencatatkan tiga rekor tertinggi pasien Covid-19. Sembilan wilayah di California juga melaporkan kenaikan kasus corona dan juga jumlah pasien yang terkonfirmasi terkena virus berbahaya tersebut.

Secara bersamaan, suku bunga acuan ditahan hingga 2022 yang memicu pertanyaan efektivitas kebijakan tersebut membantu mengangkat outlook ekonomi yang suram tersebut. Ketika investor khawatir dengan prospek ekonomi dunia, maka emas sebagai aset lindung nilai (hedging) pun diburu.

Tekanan di pasar keuangan Tanah Air juga seiring dengan indeks volatilitas Chicago Board Options Exchange (CBOE) VIX, yang dikenal dengan nama 'indeks rasa takut' (fear index) yang pada perdagangan sepekan ini naik 47,18% menjadi 36,09 pada Jumat kemarin (12/6/2020) dari 24,52 di Jumat lalu (5/6/2020).

Hal ini menunjukkan nilai volatilitas pasar atau kondisi risiko pasar keuangan global kembali tinggi. Salah satu indikatornya yaitu indeks volatilitas pasar keuangan AS (Volatility Index/VIX).

Tingginya volatilitas pasar mengakibatkan investor enggan untuk masuk ke pasar aset berisiko maupun aset dengan imbal hasil (yield) dan cenderung memilih instrumen safe haven seperti emas.

Setelah pekan yang depresi, pelaku pasar perlu bersiap menghadapi minggu yang baru. Dari dalam negeri, pemerintah akan merilis data sentimen bisnis dan neraca dagang bulan Mei di awal pekan. Selain itu, data penjualan ritel juga jadi penggerak pasar yang akan dirilis pada hari Selasa.

Sementara data ekonomi yang akan dirilis dari mancanegara pada pekan depan yang menjadi penggerak pasar di antaranya yaitu kebijakan tingkat suku bunga bank sentral Jepang (BoJ), laporan terkini pasar tenaga kerja Inggris, penjualan ritel Amerika Serikat, pernyataan dari Jerome Powell.

Berikutnya yaitu tingkat pengangguran Negeri Kanguru, pertemuan kebijakan bank sentral Swiss (SNB), lalu pertemuan kebijakan bank sentral Inggris (BoE). Sementara klaim tunjangan pengangguran AS juga menjadi perhatian pelaku pasar untuk dicermati secara ketat.

Sentimen pekan depan cukup memberikan gambaran bagi pelaku pasar tentang dampak dari pandemi Covid-19 terhadap pasar tenaga kerja, serta bagaimana kebijakan bank sentral di beberapa negara untuk menanggulangi nya.

Fokus utama pasar tetap pada penyebaran dari virus corona itu sendiri yang hingga saat ini telah menginfeksi lebih dari 7 juta orang di seluruh negara dengan korban jiwa mencapai 400.000 lebih jiwa.

Selain itu, pelaku pasar juga mewaspadai serangan gelombang kedua pandemi di tengah dibukanya kembali aktivitas ekonomi melalui new normal. Pemerintah China melaporkan 57 kasus baru virus corona pada Minggu (14/6/2020) yang merupakan angka tertinggi sejak April 2020, setelah mulai melonggarkan lockdown, mengutip Straits Times.

Di sisi lain, dari dunia internasional, hubungan China & Australia yang semakin memanas bisa memicu kekhawatiran investor. Pengadilan China baru-baru ini menghukum mati seorang pria Australia karena menyelundupkan narkoba. Namun, menurut Menteri Perdagangan dan Pariwisata Australia, Simon Birmingham, langkah China tidak perlu dikaitkan dengan perselisihan yang sedang terjadi antara kedua negara.

Sementara Korea Utara kembali mengancam Korea Selatan pada Sabtu (13/6/2020). Negara yang dipimpin Kim Jong-un itu mengatakan akan mengambil langkah selanjutnya untuk menekan Korea Selatan yang dianggapnya telah melakukan pengkhianatan dan kejahatan terhadap negara komunis tersebut.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Friday the 13th, dari Rupiah hingga Emas Ambles!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular