
Bursa Eropa Berfluktuasi di Sesi Awal Perdagangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Eropa bergerak fluktuatif pada sesi awal perdagangan Jumat (12/6/2020), karena investor mengukur peluang untuk mengambil posisi beli usai koreksi besar pada perdagangan kemarin.
Indeks Stoxx 600, yang berisikan 600 saham unggulan di Eropa, dibuka flat. Indeks saham sektor otomotif menjadi pendorong utama dengan reli sebesar 2,1%, sedangkan indeks saham sektor kesehatan tertekan 0,6%.
Selang setengah jam kemudian, Stoxx 600 naik menjadi 2,67 poin (+0,76%) ke 355,74. Indeks FTSE Inggris menguat 50,59 poin (+0,83%) ke 6.127,29, indeks DAX Jerman naik 99,46 poin (+0,83%) ke 12.069,75 dan CAC Prancis tumbuh 63,67 poin (+1,32%) ke 4.879,27.
Pada perdagangan Kamis, saham unggulan (blue chip) di Eropa terjatuh 4% setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) yakni Federal Reserve (The Fed) memberikan proyeksi ekonomi yang buram untuk 2020 dengan kontraksi ekonomi 6,5%.
Proyeksi itu mengaburkan ekspektasi bahwa akan ada pemulihan ekonomi "berbentuk V" di tengah pandemi Covid-19, terutama di tengah laporan peningkatan jumlah korban virus tersebut.
Bursa saham utama di kawasan Asia Pasifik tertekan pada Jumat setelah Dow Jones anjlok lebih dari 1.800 poin, atau menjadi yang terburuk sejak Maret. Namun, kontrak berjangka indeks tersebut (Dow futures) tercatat naik lebih dari 300 poin pada siang hari ini (WIB).
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) pada Kamis mengatakan paket stimulus yang disiapkan negara-negara di seluruh dunia total nilainya mencapai US$ 10 triliun, guna memitigasi efek pandemi corona yang telah menjangkiti 7,5 juta orang di seluruh dunia.
Di Eropa, Financial Times melaporkan bahwa pemerintah Inggris telah menanggalkan rencana pengecekan di perbatasan negara anggota Uni Eropa, akibat desakan pelaku bisnis yang mengkhawatirkan potensi chaos di tengah pandemi.
Inggris pada Kamis menyepakati jadwal negosiasi pada Juli untuk menyepakati kesepakatan dagang (Free Trade Agreement/FTA) dengan Uni Eropa, sebelum mulai berlakunya Brexit (keluarnya Inggris dari lembaga tersebut).
Negara Monarki tersebut pada April mencatatkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) bulanan yang terbesar sepanjang sejarahnya, yakni -20,4%, atau lebih parah dari kontraksi yang diprediksi analis dalam polling Reuters sebesar 18,4%.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Lawan Gravitasi akibat Corona Delta, Bursa Eropa Melesat