Sempat Anjlok, Kurs Dolar Australia Kini Balik Melesat 1,2%

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
12 June 2020 11:43
Australian dollars are seen in an illustration photo February 8, 2018. REUTERS/Daniel Munoz
Foto: dollar Australia (REUTERS/Daniel Munoz)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar dolar Australia sempat anjlok ke level terendah 1 bulan melawan rupiah, sebelum akhirnya melesat lebih dari 1% pada perdagangan Jumat (12/6/2020). Memburuknya sentimen pelaku pasar memberikan tekanan bagi rupiah pada hari ini.

Di awal perdagangan, dolar Australia ambles 0,83% ke Rp 9.481,82/AU$, yang merupakan level terendah sejak 4 Mei lalu. Setelahnya mata uang Negeri Kanguru ini melesat 1,2% ke Rp 9.675,77/AU$, sebelum diperdagangkan di level Rp 9.644,6/AU$, atau menguat 0,87% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Memburuknya sentimen pelaku pasar membuat dolar Australia terpukul, begitu juga rupiah. Memburuknya sentimen pelaku pasar terlihat dari bursa saham AS (Wall Street) yang ambrol pada perdagangan Kamis kemarin. Indeks Dow Jones ambles nyaris 7%, sementara S&P 500 dan Nasdaq masing-masing lebih dari 5%. Penyebabnya, lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di AS.

Kasus corona baru di AS meningkat menjadi 20,2486 kasus per hari dari sebelumnya 17,376. Secara total, jumlah pengidap virus corona mencapai 2 juta orang di AS dengan 116.000 korban jiwa.

Negara bagian Texas mencatatkan rekor tertinggi pasien Covid-19 dalam tiga hari terakhir. Sembilan wilayah di California juga melaporkan kenaikan kasus corona.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang memberikan outlook perekonomian yang kurang cerah juga membuat sentimen pelaku pasar memburuk. Dini hari tadi, The Fed mengumumkan mempertahankan suku bunga acuan 0-0,25%, dan tidak akan dinaikkan dalam hingga beberapa tahun ke depan. The Fed memproyeksikan ekonomi AS akan berkontraksi 6,5% di tahun ini, dengan tingkat pengangguran sebesar 9,3%.

Suku bunga yang berada di rekor terendah, dan tidak akan dinaikkan dalam beberapa tahun ke depan menjadi indikasi perekonomian AS kemungkinan tidak akan mengalami pemulihan yang cepat.

Dolar Australia merupakan mata uang yang terkait dengan komoditas. Ketika perekonomian merosot dan berada di "dasar" dalam waktu yang cukup lama, permintaan akan komoditas masih akan rendah, hal tersebut membuat dolar Australia terpukul.

Belum lagi masalah hubungan dengan China (mitra dagang terbesar Australia), setelah Pemerintah Australia meminta dilakukan penyelidikan internasional terhadap virus corona yang berasal dari kota Wuhan China.

Akibatnya, China menghentikan impor beberapa daging sapi dari Australia, termasuk menaikkan bea masuk untuk produk barley, dan mempertimbangkan melakukan hal yang sama pada produk wine dan buah.

Memburuknya hubungan kedua negara dapat berdampak buruk bagi perekonomian Australia, mengingat ekspor ke China berkontribusi sekitar sepertiga dari total ekspor Australia.

"Secara nilai, China saat ini mengimpor sekitar sepertiga dari total ekspor Australia, memburuknya hubungan diplomatik kedua negara dapat meluas ke ranah perdagangan," tulis Gavin Thompson, dari perusahaan konsultan komoditas Wood Mackenzie, dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.

Meski demikian, tekanan yang dialami rupiah hari ini lebih besar ketimbang dolar Australia. Sebagai mata uang emerging market, rupiah sangat dipengaruhi oleh mood pelaku pasar. Ketika mood sedang bagus, maka aliran modal akan deras masuk ke Indonesia, rupiah pun menjadi perkasa. Sebaliknya, ketika sentimen memburuk, maka aliran modal berisiko kembali keluar, dan rupiah menjadi tertekan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular