Internasional

Trump Mau Depak China dari Wall Street, Ini Konsekuensinya!

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
10 June 2020 11:44
Trader Timothy Nick works in his booth on the floor of the New York Stock Exchange, Thursday, Jan. 9, 2020. Stocks are opening broadly higher on Wall Street as traders welcome news that China's top trade official will head to Washington next week to sign a preliminary trade deal with the U.S. (AP Photo/Richard Drew)
Foto: Bursa saham Amerika Serikat (AS) (AP Photo/Richard Drew)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) telah meluncurkan sejumlah serangan kepada China dalam beberapa waktu terakhir. Salah satu dari serangan itu adalah dengan membuat sebuah Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menargetkan perusahaan China yang terdaftar di bursa AS, Wall Street.



RUU yang dimaksudkan adalah sebuah RUU yang dikeluarkan Senat AS bulan lalu. RUU itu pada dasarnya dapat melarang banyak perusahaan China untuk mendaftarkan saham mereka di bursa AS, atau mengumpulkan uang dari investor Amerika.


Selain itu, RUU tersebut juga akan mengharuskan perusahaan-perusahaan China untuk menyatakan bahwa "mereka tidak dimiliki atau dikendalikan oleh pemerintah asing", dan harus diaudit oleh regulator AS selama tiga tahun berturut-turut. Jika tidak, mereka akan dilarang diperdagangkan di bursa.



Namun ternyata, menurut seorang profesor Harvard, serangan AS itu bisa menjadi bumerang pada akhirnya. Di mana tidak hanya melukai target China-nya, tapi juga investor Amerika dan Wall Street sendiri.

"Karena, dalam pandangan saya, sangat tidak mungkin China akan mengizinkan inspeksi audit yang dilakukan di daratan China," jelas Jesse Fried, seorang profesor hukum di Harvard Law School, kepada "Street Signs" CNBC International, Selasa (9/6/2020).

"Ini akan menyebabkan harga saham perusahaan-perusahaan ini jatuh. Orang-orang yang mengendalikan perusahaan-perusahaan ini kemudian akan dapat mengambil perusahaan-perusahaan ini menjadi milik pribadi dengan harga yang sangat rendah - merugikan investor Amerika - dan kemudian mendaftar ulang perusahaan-perusahaan di Hong Kong, atau daratan China atau di tempat lain."

"Jadi saya pikir dalam hal melindungi investor Amerika, RUU ini jika menjadi hukum, bisa menjadi bumerang."

Lebih lanjut, ketika ditanya pendapatnya soal apa yang bisa dilakukan untuk melindungi kepentingan pemegang saham Amerika, Fried mengutarakan jawaban yang pesimis.



"Sayangnya, saya pikir uang yang sudah dibayarkan oleh investor Amerika untuk saham di perusahaan-perusahaan China - terutama uang yang kembali ke daratan China - pada dasarnya adalah uang yang mungkin tidak akan pernah dilihat orang-orang ini lagi. Tetapi tidak banyak yang dapat Anda lakukan untuk melindungi mereka pada titik ini," katanya lagi.

Sementara saat ditanya seberapa besar kemungkinan RUU ini akan disahkan pada akhirnya, Fried mengatakan ada secercah harapan bahwa hal itu tidak akan pernah terjadi, mengingat Wall Street mungkin akan menentangnya, jelasnya. Apalagi saat ini RUU itu belum mendapatkan suara di DPR AS yang dikendalikan Demokrat.

"Wall Street akan melobi untuk mencoba memblokirnya, karena mereka menghasilkan banyak uang dari pendaftaran perusahaan China di Amerika Serikat. Mereka mungkin akan memberikan tekanan pada orang-orang di DPR untuk memblokir undang-undang dari pemungutan suara," katanya.

"Saya pikir jika dilakukan pemungutan suara terhadap RUU ini, akan sangat sulit bagi orang untuk menentangnya karena ada banyak sentimen terhadap China."

Rencana untuk menerbitkan RUU tersebut terjadi di tengah meningkatnya sentimen anti-China di AS dalam beberapa tahun terakhir. Itu juga terjadi di tengah memburuknya hubungan kedua ekonomi terbesar di dunia itu dalam beberapa bulan terakhir.

Kedua negara telah berselisih dalam banyak hal, mulai dari perang dagang,perselisihan tentang asal-usul virus corona, dan baru-baru ini dipicu oleh langkah China untuk menerapkan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong.

"Jika DPR meloloskannya, saya tidak tahu apa yang akan dilakukan (Presiden AS Donald) Trump," tambah Fried.

"Di satu sisi akan sulit baginya, setelah memukul China, memveto hukum. Di sisi lain, Trump sangat tertarik untuk mempertahankan keunggulan bursa kami dan dia tidak akan ingin melihat perusahaan-perusahaan ini melarikan diri ke Hong Kong atau London atau bursa China daratan."

Fried bahkan menekankan bahwa langkah AS justru mungkin akan menguntungkan China karena negara itu telah mencoba untuk mengembangkan bursanya sendiri. Dengan aturan baru tersebut, bisa jadi perusahaan-perusahaan besar China seperti Alibaba, akan beralih ke bursa lokal meski tidak sebergengsi bursa AS.

"China tertarik untuk membangun bursanya sendiri, dan alangkah baiknya bagi Alibaba untuk mendaftarkan saham di bursa Shanghai, atau bursa China daratan lainnya. Itu lebih mungkin terjadi jika mereka dihapus dari bursa AS," katanya.

[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article Trump Ngamuk & Ingin Putus dari China, Ini Sebabnya!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular