Rupiah Sudah Ngamuk 2 Bulan Lebih, Saatnya Santai Dulu...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
08 June 2020 09:18
rupiah, bi
Ilustrasi Rupiah (REUTERS/Willy Kurniawan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot pagi ini. Rupiah yang sudah menguat edan-edanan membuatnya rentan terpapar aksi ambil untung (profit taking).

Pada Senin (8/6/2020), US$ 1 setara dengan Rp 13.850 kala pembukaan pasar spot. Sama persis dibandingkan posisi penutupan perdagangan akhir pekan lalu atau stagnan.

Namun tidak lama kemudian, rupiah langsung melemah. Pada pukul 09:03 WIB, US$ dihargai Rp 13.900 di mana rupiah melemah 0,36%.

Sepanjang pekan lalu, rupiah sudah menguat 4,97% dan menjadi mata uang terbaik di Asia. Sejak awal kuartal II-2020, apresiasi rupiah lebih sangar lagi yaitu 15,03%, juga yang terbaik di Benua Kuning.



Oleh karena itu, pasti akan datang saatnya investor tergoda untuk mencairkan keuntungan. Saat ini terjadi, rupiah bakal melemah karena terpapar aksi jual.


Sayang sekali, sebab sentimen yang beredar di pasar keuangan dunia sedang positif. Akhir pekan lalu, AS merilis data ketenagakerjaan dan hasilnya cukup menggembirakan.

Pada Mei, perekonomian AS menciptakan lapangan kerja sebanyak 2,51 juta. Jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya di mana kesempatan kerja berkurang 20,69 juta. Juga jauh lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters yang memperkirakan terjadi penyusutan lapangan kerja sebanyak 8 juta.

Bahkan tambahan 2,51 juta lapangan kerja adalah rekor tertinggi setidaknya sejak 1939. Rekor sebelumnya adalah pada September 1983, itu pun 'hanya' 1,12 juta.

 
Pencapaian ini membuat tingkat pengangguran AS sedikit menurun. Pada Mei, tingkat pengangguran tercatat 13,3% sedangkan bulan sebelumnya mencapai 14,7%.



"Data ini sangat mengejutkan. Ini memberi konfirmasi bahwa dampak pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) terhadap pasar tenaga kerja hanya bersifat sementara. Ketika aktivitas ekonomi dibuka lagi dan laju penularan virus melambat, maka lapangan kerja akan dibuka kembali," kata Michael Arone, Chief Investment Strategist di State Street Global Advisors, seperti dikutip dari Reuters.

Ya, kini seluruh negara bagian di AS sudah melakukan reopening setelah berbulan-bulan menerapkan pembatasan sosial (social distancing) bahkan ada yang sampai karantina wilayah (lockdown). Kegiatan bisnis yang semula tidak boleh beroperasi kini mulai diizinkan kembali sehingga mampu menyerap tenaga kerja. Bahkan pusat judi di Las Vegas sudah kembali dibukan untuk umum, meski dengan pembatasan pengunjung dan penerapan protokol kesehatan.


Kabar baiknya, belum ada lonjakan kasus corona sejak AS mulai menerapkan kehidupan normal yang baru alias new normal. US Centers for Diseae Control and Prevention mencatat, jumlah pasien positif corona per 6 Juni adalah 1.891.690 orang. Bertambah 29.034 orang (1,56%) dibandingkan posisi per hari sebelumnya.

Walau masih ada tambahan, tetapi lajunya relatif terkendali. Sejak 17 Mei, belum pernah kasus bertambah lebih dari 2% dalam sehari. Terlihat bahwa kurva kasus corona AS mulai melengkung, tanjakan sudah tidak lagi curam.



Sejauh ini, semoga jangan, belum ada tanda-tanda AS bakal mengalami gelombang serangan kedua (second wave outbreak) virus corona. Jika situasi lancar-lancar saja, maka ekonomi AS akan terus menggeliat dan serapan tenaga kerja semakin meningkat.

Hal serupa juga diharapkan terjadi di negara-negara lain yang mulai menerapkan new normal, termasuk Indonesia. Apabila semakin banyak negara yang bangkit, maka ekonomi global bisa pulih dalam waktu yang tidak terlampau lama.


Harapan yang membumbung tinggi membuat investor ogah bermain aman, termasuk memegang dolar AS. Pada pukul 08:40 WIB, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) melemah 0,06%. Sejak awal kuartal II-2020, indeks ini terkoreksi 2,2%.

Pada pekan yang berakhir 2 Juni, data US Commodity Futures mengungkapkan posisi kepemilikan dolar AS di pasar futures adalah US$ 8,17 miliar. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yaitu US$ 8,6 miliar. Ini semakin mempertegas bahwa dolar AS sedang mengalami tekanan jual yang semestinya membuat mata uang lainnya menguat.

Namun lagi-lagi sayang, berbagai kabar tersebut sulit diterjemahkan menjadi penguatan nilai tukar rupiah. Pasalnya ya itu tadi, rupiah memang perlu ruang untuk 'bernapas' sejenak setelah 'mengamuk' selama lebih dari dua bulan.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular