Rupiah Terus Menguat, Emiten Mana Saja yang Diuntungkan?

Tri Putra, CNBC Indonesia
03 June 2020 14:37
Many bundles of US dollars bank notes
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam sepekan terakhir nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) terus menguat. Bahkan rupiah belum menunjukkan tanda-tanda pelemahan dan diprediksi akan berada di bawah Rp 14.000/US$.

Pada hari ini rupiah masih melanjutkan penguatannya, berdasarkan data Refinitiv rupiah di pasar spot pada perdagangan hari ini (3/6/20) menguat 1,39% ke Rp 14.180/US$.

Kondisi ini tentu saja menjadi pedang bermata dua. Tentunya banyak bisnis para emiten yang melantai di bursa efek yang mengalami keuntungan dengan penguatan rupiah ini, tapi tentunya tidak sedikit pula yang akan merugi.

Dampak positif tentunya dirasakan oleh emiten yang lini usahanya banyak mengimpor bahan baku. Contoh dari perusahaan seperti ini adalah sektor industri farmasi. Diketahui 95% bahan baku industri ini harus diimpor dari luar negeri.


Artinya dengan penguatan rupiah ini perusahaan dapat membeli bahan baku dengan harga lebih murah. Emiten-emiten yang bergerak di bidang ini diantaranya PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan anak usahanya PT Phapros Tbk (PEHA).

Selain itu, emiten yang bergerak di industri otomotif seperti PT Astra International Tbk (ASII) dan anak usahanya PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), juga diuntungkan sebab bahan-bahan atau spare part-nya merupakan barang impor.

Kemudian dampak positif juga dirasakan oleh perusahaan yang banyak berhutang dalam bentuk mata uang Paman Sam. Perusahaan-perusahaan ini seperti perusahaan properti PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yang mengeluarkan global bonds dalam denominasi dollar AS yaitu sebesar US$ 325 juta.

Hal serupa juga terjadi di perusahaan pertambangan seperti PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dan PT Adaro Energy Tbk (ADRO). Tentunya dengan naiknya nilai rupiah, pembayaran kupon yang dilakukan perusahaan tersebut akan lebih murah.

Secara historis perusahaan ritel seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES), dan PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) biasanya diuntungkan dengan adanya penguatan rupiah ini karena produk yang dijual ketiga emiten tersebut merupakan produk impor.


Akan tetapi dampak penguatan itu tidak akan banyak terasa apalagi di tengah PSBB yang sedang berlaku di sebagian daerah di Indonesia ketiga emiten tersebut tidak dapat beroperasi atau beroperasi terbatas.

Berkebalikan dengan emiten-emiten di atas, perusahaan yang memiliki orientasi ekspor akan dirugikan dengan menguatnya rupiah ini seperti PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) perusahaan yang bergerak di bidang tekstil ini hasil produksinya 60% di ekspor keluar negeri. Begitu pula dengan PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) perusahaan produsen kertas ini hasil produksinya mayoritas di ekspor.

Karena volatilnya nilai tukar rupiah ini, perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor biasanya melakukan hedging melalui sebuah perjanjian antara korporasi dan perbankan yang menyepakati untuk membeli atau menjual mata uang asing di masa depan dengan kurs yang telah ditetapkan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(trp/trp) Next Article Digitalisasi Picu Investor Ritel Domestik Bursa RI 'Meledak'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular