Erick Thohir Buka-Bukaan Soal Kondisi BUMN, Aman Pak?

Monica Wareza, CNBC Indonesia
21 May 2020 07:54
Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjaatmadja, Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar (@kementerianbumn)
Foto: Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjaatmadja, Direktur Utama Bank Mandiri Royke Tumilaar (@kementerianbumn)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini mencatat sebanyak 90% perusahaan plat merah harus menanggung dampak COVID-19. Hal ini menyebabkan kinerja perusahaan bisa mengalami penurunan kinerja selama masa pandemi ini.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan hampir semua sektor bisnis tak lepas dari dampak negatif berkembangnya virus ini. Meski tak semuanya mengalami kondisi tersebut.



"Dengan kondisi saat ini 90% perusahaan terkena impact. BUMN yang tak terlalu impact yaitu Telkom, kesehatan dan kelapa sawit. Lainnya ter-impact," kata Erick dalam paparan virtual, Rabu (20/5/2020).

Penurunan kinerja ini tak lepas dari kemampuan perusahaan untuk menyetorkan dividennya kepada negara. Diperkirakan tahun depan BUMN hanya akan mampu menyetor dividen paling banyak setengah dari target yang dipatok sebelumya.

Untuk itu, kementerian mendorong perusahaan untuk menjaga likuiditasnya selama masa pandemi. Salah satu caranya adalah dengan menghemat biaya-biaya yang perlu dikeluarkan selama tahun ini.

Salah satu biaya yang disarankan untuk dipotong adalah belanja modal (capital expenditure/capex) dan biaya operasional (operational expenditure/opex). Selain itu, kementerian juga berupaya untuk melakukan restrukturisasi utang-utang perusahaan.



Perusahaan yang diminta untuk mengurangi pengeluarannya di tahun ini adalah PT PLN (Persero). Perusahaan listrik ini diminta untuk berhemat sampai dengan Rp 39 triliun di tahun ini.

"Kita kurangi capex dan opex, seperti contoh kemarin PLN kita cut [pangkas] Rp 39 triliun dan hal lainnya di perusahaan BUMN," lanjutnya.

Sebagai informasi, total kebutuhan capex PLN tahun ini tak berbeda jauh dengan 2019 yakni sebesar Rp 90 triliun yang akan dibiayai termasuk lewat penerbitan obligasi global.
Pada 20 April lalu, PLN juga baru mengumumkan penawaran umum berkelanjutan (PUB) Obligasi Berkelanjutan III.

Saat ini PUB III sudah sampai pada Tahap VII, dengan pencatatan efek bersifat utang itu sebesar Rp 1,74 triliun yang dicatatkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun dua perwakilan PLN yakni Executive Vice President Corporate Communcation and CSR PLN I Made Suprateka dan Sulistyo Biantoro, EVP Corporate Finance PLN, belum merespons soal ini.

Tak hanya menghemat dari sisi pengeluaran, kementerian juga mendorong perusahaan pelat merah untuk menurunkan biaya bunga dengan merestukturisasi utang-utangnya. Hal ini dilakukan dengan memperpanjang tenor atau menurunkan tingkat bunga agar ke depannya tak memberatkan perusahaan.

Sebagai contoh, PT Indonesia Asahan Aluminium/Inalum (Persero) atau MIND ID baru saja menerbitkan surat utang global dengan denominasi dolar Amerika Serikat.

Erick mengatakan dana penerbitan obligasi global ini sebagian besar digunakan untuk merestrukturisasi global bond yang telah diterbitkan sebelumnya, sehingga perusahaan mendapatkan tenor yang lebih panjang dan bunga yang lebih murah.

"Nah hal-hal ini kita lakukan terus, selain kita memperpanjang tapi juga cari bunga murah dan ini kesempatan. Kita sudah lakukan hampir US$ 3,6 miliar," jelasnya.

[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article Potret Erick Thohir Sambut Ribuan Pegawai Baru BUMN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular