Happy Weekend, Rupiah Menguat 3 Hari Beruntun

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
15 May 2020 16:06
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mencatat penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (15/5/2020). Sentimen pelaku pasar yang membaik membuat rupiah kembali perkasa.

Rupiah melemah 0,07% begitu perdagangan hari ini dibuka, dan berlanjut hingga 0,34% ke Rp 14.890/US$ yang menjadi level terlemah intraday. Setelahnya rupiah perlahan bangkit dan menguat 0,1% ke Rp 14.825/US$.

Sayangnya posisi rupiah sedikit terkoreksi dan mengakhiri perdagangan di level Rp 14.830/US$. Meski tipis, penguatan tersebut cukup mengantarkan rupiah mencatat penguatan 3 hari beruntun setelah 2 hari sebelum menguat 0,2% dan 0,07%. Selain itu, rupiah hanya sekali melemah dalam 5 hari perdagangan di pekan ini, sehingga berhasil membukukan penguatan mingguan sebesar 0,4%.

Dibandingkan mata uang utama Asia, performa rupiah hari ini juga cukup bagus berhasil menjadi yang terbaik ketiga, hanya kalah dari yen Jepang dan baht Thailand. Sementara mayoritas mata uang utama Asia lainnya mengalami pelemahan, meski tidak besar

Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Benua Kuning hingga pukul 15:00 WIB.



Penguatan tipis-tipis rupiah di pekan ini tak lepas dari kinerja impresifnya sepanjang bulan April lalu. Rupiah kala itu mencatat penguatan lebih dari 9% dan membukukan penguatan 4 minggu beruntun. Rentetan penguatan tersebut baru berakhir pada pekan lalu.

Di perdagangan pertama bulan Mei, rupiah merosot 1,52% dan kembali ke atas Rp 15.000/US$, tetapi setelahnya Mata Uang Garuda kembali menunjukkan tren penguatan meski tipis-tipis.



Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam beberpa kesepatan selalu menekankan rupiah akan di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun ini. Padahal posisi rupiah sudah mendekati Rp 14.800/US$.

Pernyataan Perry tersebut tentunya memberikan dampak psikologis di pasar "rupiah tidak akan menguat lebih jauh", sehingga perlu tenaga ekstra atau momentum yang besar agar rupiah mampu menguat tajam lagi.

Rupiah pada perdagangan Kamis kemarin mampu menguat meski sentimen pelaku pasar yang kembali memburuk membuat mata uang safe haven seperti dolar AS dan yen kembali berjaya. Sebabnya, ketua Federal Reserve/The Fed) Jerome Powell, memberikan outlook yang agak suram terkait ekonomi Paman Sam, yang diprediksi membutuhkan waktu lama untuk bangkit.

"Akan butuh waktu untuk kembali seperti sebelum sekarang. Pemulihan kemungkinan akan terjadi dalam tempo yang lebih lebih lambat dari perkiraan," kata Powell dalam paparan di hadapan Kongres AS secara virtual, Rabu pagi waktu setempat.

Selain itu, risiko penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) gelombang kedua juga menurunkan risk appetite atau selera terhadap risiko pelaku pasar.

China dan Korea Selatan yang sebelumnya sudah "menang" melawan virus corona kini harus kembali siaga akibat adanya penambahan kasus baru. Pemerintah China mengambil langkah tegas dengan menerapkan lockdown di Kota Shulan, Provinsi Jilin.

Sementara itu dari Korea Selatan, jumlah kasus hari ini dilaporkan bertambah 26 kasus, padahal beberapa pekan lalu Korsel melaporkan penambahan kasus 1 digit bahkan sempat zero infection. Penyebaran kasus baru di Negeri Ginseng tersebut terjadi di sebuah klub, dan hingga saat ini sudah lebih dari 150 orang dinyatakan positif yang terkait dengan klub tersebut.

Fakta rupiah mampu menguat, meski tipis, saat sentimen pelaku pasar sedang memburuk tentunya menjadi kabar bagus. Hal tersebut bisa memberikan gambaran tingkat kepercayaan pelaku pasar global terhadap aset-aset dalam negeri mulai membaik di tengah pandemi Covid-19.



Sementara pada hari ini, sentimen pelaku pasar kembali membaik yang tercermin dari menguatnya bursa saham Asia pagi ini. hari ini, kabar baik datang dari China, output industri di bulan April dilaporkan tumbuh 3,9% year-on-year (YoY). Rilis tersebut lebih tinggi ketimbang prediksi Reuters sebesar 1,5% YoY. Hal tersebut tentunya memberikan harapan perekonomian global bisa segera bangkit setelah pandemi Covid-19 berhasil diredam.

Kala sentimen pelaku pasar membaik, maka modal akan dialirkan ke aset-aset bersiko dengan imbal hasil tinggi, dan rupiah mendapat rejeki.
Rupiah bahkan masih tetap perkasa saat data menunjukkan neraca perdagangan Indonesia tekor di bulan April.

Badan Pusat Statistik melaporkan ekspor terkontraksi (tumbuh negatif) -7,02% YoY, menjadi US$ 12,19 miliar, sedangkan impor mengalami kontraksi -18,58% YoY menjadi US$ 12,54 miliar. Sehingga neraca perdagangan mencatat defisit US$ 350 juta.

Sebelumnya, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca perdagangan April 2020 membukukan defisit tipis US$ 45 juta. Ekspor diperkirakan terkontraksi -1,91% dan impor turun 16,17%.



TIM RISET CNCB INDONESIA
(pap/pap) Next Article Keren! Penguatan Rupiah Nomor Wahid di Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular