RUU Minerba Bakal Disahkan, Bagaimana Nasib Arutmin Cs?

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
12 May 2020 13:48
Tambang Kaltim Prima Coal
Foto: Wahyu Daniel
Jakarta, CNBC Indonesia- Setelah perdebatan panjang pemerintah dan DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) atau yang biasa dikenal dengan RUU Minerba. Pengesahan ini menjadi angin segar bagi perusahaan batu bara karena mendapat jaminan perpanjangan.

Dalam Pasal 169A diatur KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK setelah memenuhi persyaratan dan ketentuan. Dalam Pasal 169 A huruf a, disebutkan kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan dua kali perpanjangan dalam bentuk IUPK selama 10 tahun dengan mempertimbangkan penerimaan negara.

Kemudian di dalam Pasal 169 A huruf b disebutkan kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dijamin untuk diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK paling lama 10 tahun.

Artinya perusahaan tambang yang sebentar lagi izinnya habis, maka Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) akan berubah menjadi IUPK. Hingga saat ini ada tujuh perusahaan yang kontrak pertambangannya segera habis dalam 5 tahun mendatang.

Pertama PT Arutmin Indonesia, anak usaha dari PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang kontraknya habis 1 November 2020. Sebelumnya
PT Kendilo Coal Indonesia yang habis 13 September 2021, PT Kaltim Prima Coal yang habis 31 Desember 2021.
Ada pula PT Multi Harapan Utama yang habis 1 April 2022, PT Adaro Indonesia yang habis 1 Oktober 2022, PT Kideco Yaja Agung yang habis 13 Maret 2023, dan PT Berau Coal yang habis 26 April 2025.
Dari semuanya, baru Arutmin yang mengajukan permohonan perpanjangan izin dari PKP2B menjadi IUPK. Selain tujuh perusahaan tersebut, ada satu perusahaan yang kontraknya habis sejak Januari 2019 yakni Tanito Harum dan masih belum jelas kelanjutan izinnya.
Sebenarnya perusahaan ini telah mendapatkan IUPK, namun akhirnya dibatalkan. Jika IUPK dibatalkan dan kontraknya sudah habis, maka otomatis perusahaan tidak bisa melakukan penambangan di wilayah tersebut.
Jika Arutmin menjadi satu-satunya perusahaan yang sudah mengajukan perpanjangan izin, maka dia juga akan menjadi yang perusahaan pertama yang memperoleh perubahan status ini.
Direktur dan Sekretaris Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan hingga kini belum mendapatkan pengumuman formal terkait disahkannya RUU Minerba ini, dan pasal-pasal mana yang direvisi.
"Lebih optimal untuk menunggu peraturan formal, sehingga kami bisa membuat pernyataan lebih lanjut," kata Dileep saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (12/05/2020).
Sebelumnya perusahaan optimistis mendapatkan perpanjangan izin dari PKP2B menjadi IUPK setelah omnibus law selesai di bahas. Dalam laporannya kepada investor Dileep mengatakan produsen batu bara terbesar ini memperkirakan omnibus law bisa selesai dibahas sebelum lebaran tiba.
"Kami optimistis status PKP2B tidak lama lagi akan berubah statusnya menjadi IUPK," katanya belum lama ini.
Menurutnya perusahaan berusaha untuk mendorong adanya kejelasan untuk meningkatkan kuota produksi pada 2020, terutam adengan sistem pemerintah yang bergerak lebih lambat karena adanya pandemi COVID-19. Perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK dibutuhkan oleh salah satu anak usahanya PT Arutmin Indonesia, yang izinnya habis pada November 2020.
Tahun ini produksi batu bara di Arutmin diproyeksikan mencapai 28-30 juta ton, sementara anak usaha lainnya Kaltim Prima Coal (KPC) diproyeksi mencapai 60-65 juta ton. Keduanya masih tunduk pada pembatasan produksi yang diberlakukan oleh pemerintah saat ini, yakni 52,6 juta ton di KPC dan 22,9 juta ton di Arutmin.
"Kami berharap dapat mendengar beberapa berita positif di bulan Mei," kata Dileep.
Tidak seperti aturan sebelumnya, pada RUU Minerba ini luasan tambang tidak dibatasi hanya 15.000 hektar are. Sementara rata-rata luas pertambangan di atas batas luas tersebut. Untuk Arutmin sendiri memiliki area konsesi seluas 57.107 hektar are, dan Kaltim Prima Coal 84.938 hektar are.
Pada RUU Minerba yang baru diketok di DPR, diputuskan pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak. Kemudian luas wilayah IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau perjanjian yang disetujui Menteri.

Sebelumnya lembaga pemeringkat global S&P dalam risetnya mengatakan kemungkinan pemerintah tidak memperpanjang izin dari Arutmin sangat kecil. Apalagi posisi dan kontribusi BUMI setiap tahunnya berkisar US$ 230-250 juta terhadap pemasukan pemerintah.
"Kami berharap Arutmin akan memperbarui izin penambangannya pada November 2020, dan pemerintah akan mencabutnya kuota produksi karena ekonomi pulih pada 2021," tulis S&P dalam rilisnya, Rabu (29/04/2020).
Hal ini akan memungkinkan KPC dan Arutmin untuk menghasilkan arus kas yang stabil bagi Bumi untuk mempercepat pembayaran bunga dan pokok dari kewajibannya pada 2021-2022.

(dob/dob) Next Article BUMI Komitmen Penuhi Pasokan Batu Bara PLN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular